Jakarta (ANTARA) - Isu kesetaraan gender dalam organisasi Polri tidak hanya soal jumlah personel polisi wanita (Polwan) yang masih sedikit dibanding polisi laki-laki, namun hal yang terpenting dalam mewujudkan kesetaraan gender adalah meningkatkan kompetensi Polwan itu sendiri.
Pentingnya peningkatan kompetensi Polwan itu disampaikan oleh Brigjen Pol. Ida Oetari Poernamasari, Wakapolda Kalimantan Tengah, dalam diskusi grup terarah (FGD) "Peningkatan Peran Polwan" yang diselenggarakan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) di Jakarta Selatan, Selasa.
"Individu Polwan tantangannya bagaimana membangun kompetensi diri menjadi anggota Polri, belajar-belajar-belajar," kata Ida.
Ia mengatakan dalam institusi Polri ada 3 kompetensi yang harus dimiliki Polwan, yakni kompetensi teknis, kompetensi etika dan kompetensi leadership (kepemimpinan).
Menurut dia, posisi yang diembannya saat ini sebagai salah satu dari 3 perwira tinggi (pati) polisi wanita adalah dengan meningkatkan kompetensi dirinya.
"Kapolri saat ini sudah memiliki kepedulian (gender), memberikan kesempatan dan ruang lebih luas kepada Polwan, ini menjadi pintu masuk, tinggal bagaimana mengakselerasi pintu masuk ini," tutur Ida yang juga menjabat Vice President III International Assosiation of Women Police (IAWP) atau organisasi polisi wanita sedunia.
Baca juga: Mendagri harap polwan ambil peran penting di panggung kepolisian
Baca juga: Kapolri harapkan Polwan mampu jalankan peran ganda dengan baik
Untuk meningkatkan kompetensi Polwan, kata Ia, memerlukan mentoring. Kegiatan mentoring ini pun tidak mudah pelaksanaannya, karena mencari mentor yang sempurna minim kesalahan juga tidak mudah, sehingga diutamakan mentor yang memiliki pengalaman untuk bisa membina regenerasi Polwan agar mampu berkarir dalam tugas dan struktur organisasi.
Ida juga mengkritisi Polwan yang berada di zona nyaman atau disebutnya freezing. Hal ini hendaknya harus dihindari oleh polisi wanita agar bisa mengembangkan dirinya menjadi lebih berdikari.
"Yang harus tidak dilakukan Polwan ada freezing masuk di zona nyaman, yowes aku gini saja, duduk dikursi ngetik, hidup senang, toh nanti anak saja juga bisa, tidak boleh masuk di zona nyaman," ucap Ida menegaskan.
Tantangan yang dihadapi para Polwan saat ini, selain dari segi jumlah masih jauh di bawah angka ideal, yakni baru 5 persen dari jumlah seluruh personel Polri yang mencapai 450 ribu personel. Angka tersebut lebih kecil dibanding negara-negara di Asia, seperti Brunai Darusallam persentase Polwan sebesar 17 persen, Singapura 19 persen dan Malaysia 18 persen.
Kompolnas sebagai perpanjangan tangan Presiden dalam merumuskan kebijakan strategis Polri melihat isu peningkatan peran Polwan perlu menjadi perhatian. Mengingat jumlah perempuan dari populasi penduduk Indonesia yang lebih dari 250 juta jiwa saat ini hampir sama dengan jumlah laki-laki atau 50 persen.
Polwan diperlukan dalam penegakan hukum dalam kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, belum lagi kejahatan terhadap perempuan dalam ranah siber.
Baca juga: Peran polisi wanita sudah setara laki-laki
Ketua Kompolnas Benny Mamoto mengatakan harus ada strategi dalam penguatan peran Polwan, sehingga ketika berganti pimpinan Polri tidak lagi berganti kebijakan, tapi jika sudah dirumuskan dalam satu aturan, maka wajib dipedomani oleh siapa pun, baik pimpinan Polri maupun polda dan jajarannya.
"Tujuan FGD ini dalam rangka kami menyusun naskah akademik untuk presiden, ketika kami susun alat dan kebijakan Polri, kami pasti ditanya mana naskah akademiknya," ujar Benny.
FGD ini menghadirkan sejumlah pembicara selain Brigjen Ida Oetari, juga hadir Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyeni, Pusat Kajian Wanita dan Gender UI Prof Sulistyowati Irianto, dan Deputi V Kantor Staf Kepresidenan Jaleswari Pramodhawardani (melalui tayang video).
Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2022