Jakarta (ANTARA News) - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai aparat kepolisian menyalahi prosedur tetap dalam menangani pengunjuk rasa di Pelabuhan Sape, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat.
"Ada empat protap yang dilewati kepolisian, yakni tidak ada pengendalian massa dengan tangan kosong lunak, pengendalian massa dengan tangan kosong keras, penggunaan senjata tumpul dan penggunaan senjata kimia seperti pakai air cabai," kata Wakil Ketua Komnas HAM, Nurkholis, di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Selasa. .
"Namun polisi justru langsung menggunakan senjata api," ucapnya.
Menurut Nurkholis, sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) Perkap No: 1 Tahun 2009 telah diatur enam tahap tentang tentang penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian, yakni pencegahan, perintah lisan, kendali tangan kosong lunak, kendali tangan kosong keras, kendali senjata tumpul (senjata kimia, gas air mata, semprotan cabe), dan kendali senjata api.
Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan oleh Komnas HAM, yakni keterangan saksi dan tayangan video, ternyata aparat kepolisian tidak melaksanakan sesuai protap.
Ketua Tim Investigasi Kasus Bima yang juga anggota Komnas HAM, Ridha Saleh, mengatakan, dalam gambar video saat pembubaran unjuk rasa tersebut, terlihat jelas sejumlah aparat Brimob menggunakan senjata api dalam mengusir warga. Bahkan, sejumlah anggota Brimob, tampak mengambil dan mengantungi beberapa peluru-peluru yang jatuh ke tanah, agar tidak dapat dijadikan barang bukti.
"Kalau kita lihat, ada reserse, yang terlibat dalam operasi terbuka itu. Mereka terlihat memukuli dan menendang warga yang sudah menyerah. Kan seperti ini jelas sekali menyalahi protap," katanya.
Ridha menambahkan, aksi represif dari kepolisian itu juga dinilai menyalahi aturan, karena sekitar 100 pengunjuk rasa, telah mengikuti arahan polisi dan tidak melakukan penyerangan atau perlawanan sama sekali.
"Polisi melakukan penyerangan dan penembakan terhadap warga yang sudah menyerah. Kemudian diperlakukan secara tidak manusiawi dengan cara ditembak dari jarak dekat, dipukul, diseret, dan ditendang," ujar Ridha.
(S037)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2012
saat ada masyarakat yang anarkhis trs diamankan dan jatuh korban Komnas HAM seperti orang tua yg marah melihat anaknya terluka...
coba kalo polisi dikroyok masa sampe meninggal dunia..mereka anggap itu resiko pekerjaan...emng polisi egak layak dapat perlindungan HAM...polisi jg manusia....
apa polisi dianggap binatang jdi tidak layak dpt perlindungan HAM