Jakarta (ANTARA) - Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menyatakan kombinasi perubahan iklim dan penurunan muka tanah menjadi faktor pemicu banjir rob di kawasan pesisir Pantai Utara Jawa Tengah, beberapa waktu lalu.

Kepala Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan Rita Susilawati dalam konferensi pers yang dipantau di Jakarta, Selasa menjelaskan penurunan muka tanah tersebut lebih disebabkan karena karakteristik tanah maupun bebatuan akibat konsolidasi alamiah.

Mengenai pengaruh penurunan muka tanah, menurut dia, karena pengambilan air tanah secara kasus per kasus berbeda-beda, sehingga masih membutuhkan studi komprehensif.

Berdasarkan data Badan Geologi, karakteristik geologi di daerah Pekalongan, Semarang dan Demak, sebagian besar disusun oleh endapan tanah lunak yang biasanya memang berpotensi terjadinya penurunan muka tanah.

"Dari 30 titik lokasi banjir rob itu tanah lunak bebatuan aluvial berumur muda, sehingga belum terkonsolidasi," ujar Rita.

Banjir rob atau air pasang yang merendam daratan dengan ketinggian dua meter lebih melanda kawasan pesisir di Jawa Tengah, seperti Semarang, Rembang, Pati, Demak, Pekalongan hingga Tegal.

Peristiwa bencana alam itu merendam ribuan rumah dan sempat melumpuhkan aktivitas perekonomian masyarakat.

Sekretaris Badan Geologi Ediar Usman menyampaikan pembangunan dan pemanfaatan lahan di Pantai Utara Jawa Tengah saat ini terletak pada sedimen-sedimen yang belum terkonsolidasi.

Baca juga: 5.000 keluarga masih terdampak banjir rob di Semarang

Namun, katanya, pada kawasan tersebut, seperti permukiman, maka penurunan muka tanah akan lebih cepat karena ada beban di atas tanah tersebut yang menyebabkan terjadinya pemadatan yang lebih cepat.

Baca juga: Pelabuhan Tanjung Emas Semarang masih digenangi banjir rob

"Apabila mengalami sedimentasi, maka akan terjadi konsolidasi pemadatan. Apabila ada beban di atasnya, maka tentu saja ini akan mempercepat pemadatan dan terjadi penurunan tanah. Setelah terjadi penurunan, maka air laut saat pasang atau gelombang tinggi naik ke lahan tersebut," kata Ediar.

Baca juga: BMKG prakirakan potensi banjir pesisir utara Jateng hingga 25 Mei

Lebih lanjut ia berpesan agar pembangunan kota yang berada di kawasan pesisir harus dilakukan dengan sistem rekayasa ataupun desain pembangunan yang lebih teliti, lantaran tanah yang belum terkonsolidasi, terutama endapan aluvium, rawa, danau dan lain sebagainya.

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2022