Membuka kotak pandora

Musk juga mengkritik media arus utama yang dianggapnya sering memojokkan dia, persis seperti Donald Trump yang menyebut media arus utama sebagai fake news. Di sini, seperti hampir semua orang berkuasa, Musk mungkin sebenarnya juga tak tahan kritik.

Baca juga: Elon Musk dituntut karena akuisisi Twitter

Padahal moderasi konten dilakukan justru demi kepentingan perusahaan media sosial dan masyarakat sendiri karena jika tidak begini maka platform sosial bisa disesaki konten-konten pornografi, spam, ujaran kebencian, teori konspirasi dan misinformasi.

Inilah aspek yang membuat banyak pihak di Barat kegerahan. Tapi mereka tak mungkin menelan ludahnya dengan mengamputasi kebebasan berbicara.

Oleh karena itu, mereka melakukannya dengan menuntut platform media sosial seperti Twitter agar memoderasi konten guna menghindarkan konten toksik dari diskusi publik.

Uni Eropa sampai membentuk sistem pengawasan media sosial melalui Undang-Undang Layanan Digital yang di antaranya mengharuskan platform-platform digital agar transparan soal algoritma mereka.

Perusahaan-perusahaan media sosial sendiri menjadi dipaksa membuat penilaian risiko internal dan harus bertanggung jawab atas konten yang diunggah penggunanya.

Tetapi di negara-negara bukan demokrasi liberal, akuisisi Twitter oleh Musk malah membuat cemas para aktivis, jurnalis dan kalangan pro demokrasi yang merupakan segmen masyarakat yang paling besar menggunakan Twitter karena untuk kawasan-kawasan seperti ini Musk malah menegaskan moderasi konten harus selaras dengan hukum setempat.

Ini kabar baik bagi pemerintah di beberapa negara karena klausul ini membuat hoaks, misinformasi dan ujaran kebencian, bisa dikendalikan pada tingkat minimal.

Sebaliknya bisa menjadi pintu masuk bagi penafsiran tunggal rezim terhadap konten-konten berbeda pandangan dengan rezim yang bisa digeneralisasi sebagai ujaran kebencian, misinformasi dan hoaks. Jika ini terjadi, maka proses check and balance yang sangat dibutuhkan dalam demokrasi, akan terbunuh.

Jadi, AS dan Eropa yang tengah digerogoti rasisme, cemas Twitter era Elon Musk bakal permisif terhadap ujaran kebencian dan disinformasi yang merusak harmoni dan integrasi sosial.

Sementara di negara-negara demokrasi yang tak seliberal Barat, apalagi di negara-negara berpenguasa otoriter, kekhawatiran itu bisa kesampingkan karena Musk menyatakan mekanisme moderasi harus selaras dengan hukum setempat.

Semua kontroversi ini terus menyelimuti Twitter sejak Musk mengakuisisi media sosial ini.

Kontroversi lain yang mendapatkan perhatian luas adalah upaya Twitter memerangi bot dan akun-akun palsu yang disebut sendiri oleh Musk sebagai prioritasnya jika menjadi pemilik Twitter.

Menurut Kepala Eksekutif Twitter Parag Agrawal, platform media sosial ini sudah menonaktifkan lebih dari setengah juta akun palsu setiap hari, dan setiap pekan mengunci jutaan akun yang dikendalikan oleh software.

Baca juga: Donald Trump akan diwajibkan unggah konten di Truth Social lebih dulu

Ini mungkin salah satu sisi baik masuknya Musk ke Twitter bahwa akun-akun palsu yang digerakkan secara robotik oleh software bakal diberangus.

Masalahnya tak semua bot buruk karena untuk dunia bisnis misalnya, bot bisa meningkatkan citra brand dan engagement dengan publik atau pasar walau terlihat artifisial seperti operasi akun-akun yang dibiakkan banyak pelaku digital, termasuk mungkin media dan selebritis, dalam menaikkan kunjungan web dan citra performa web.

Yang tak kalah besarnya dampak akuisisi Twitter oleh Musk adalah kemungkinan platform-platform lain menirunya atau malah mengambil langkah berseberangan dengan Musk, entah dengan sama sekali meniadakan moderasi atau membuat media sosial menjadi lebih mudah dikendalikan pihak berkuasa karena uang yang dimilikinya atau akses politik yang dipegangnya.

Akuisisi Twitter oleh Elon Musk pun menjadi terlihat telah membuka kotak pandora yang bisa membuat ekosistem lalu lintas pesan digital menjadi ekstrem, baik-baik saja, atau malah mendorong media sosial menjadi semakin baik. Semuanya baru bisa terlihat kemudian.


Baca juga: Pangeran Arab Saudi puji Elon Musk pimpin Twitter

Baca juga: Elon Musk ingin naikkan pendapatan Twitter lima kali lipat

Baca juga: Twitter kerjakan fitur baru cuitan "mixed-media"hingga fitur "award"

Copyright © ANTARA 2022