Surabaya (ANTARA News) - Komandan Polisi Militer TNI-AL (Pomal) Pangkalan TNI-AL (Lantamal) III-Surabaya Kolonel Laut Totok Budi Susanto menilai, vonis mati dan pecat yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Militer Tinggi (Dilmilti) III-Surabaya (2/3), membuktikan TNI itu tidak main-main dalam penegakan hukum.
"Itu (vonis mati) akan meyakinkan masyarakat bahwa penegakan hukum di tubuh TNI tidak main-main," katanya usai menghadiri persidangan Kolonel Laut (S) M. Irfan Djumroni, terdakwa pembunuh mantan isterinya dan hakim PA Sidoarjo di Dilmilti III-Surabaya, Kamis.
Ditanya tentang pernyataan banding dari penasehat hukum terdakwa, ia menyatakan hal itu merupakan kewenangan terdakwa untuk memproses kasus yang dialami dengan banding ke Pengadilan Militer Utama (PMU) di Jakarta.
"Tapi, vonis yang ditetapkan majelis hakim tersebut merupakan hal yang terbaik, karena hakim merupakan `wakil Tuhan` yang berwenang untuk itu. Saya mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang membuat proses persidangan berjalan lancar hingga akhir," katanya.
Hal itu senada dengan sejumlah alasan yang dikemukakan majelis hakim Dilmilti III-Surabaya yang dipimpin ketua Majelis Hakim Dilmilti III-Surabaya Kolonel (CHK) Burhan Dahlan.
"Akibat yang ditimbulkan dari perbuatan Kolonel Irfan yang merupakan perwira menengah (Pamen) dan guru militer di Kodikal Surabaya itu, akan menurunkan citra TNI, khususnya TNI-AL dan Kodikal Surabaya," ujar Kol. Totok Budi.
Oleh karena itu, katanya, pihaknya merasa tepat jika menjatuhkan pidana mati dan pemecatan dari kesatuannya bagi terdakwa yang berpendidikan sarjana tersebut.
"Apalagi, dia juga merusak masa depan dua anak kandunya, kemudian merusak kewibawaan peradilan agama yang merupakan tempat mencari keadilan yang seharusnya dihormati, apalagi hakim itu ibarat wakil Tuhan di dunia yang cukup mulia kedudukannya," ucapnya.
Dalam berkas putusan/vonis setebal 172 halaman yang dibacakan majelis hakim Dilmilti III-Surabaya menyatakan, tidak ada hal yang meringankan terdakwa sama sekali, karena perbuatan terdakwa memenuhi unsur kesengajaan dan perencanaan dalam pembunuhan itu.
"Jadi, terdakwa terbukti melanggar pasal 340 KUHP (pembunuhan berencana), pasal 351 KUHP (pembunuhan), dan melanggar UU Nomor 12 tahun 1951 (kepemilihan senjata tanpa izin)," tambahnya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006