Palembang (ANTARA) - Berkunjung ke Vietnam tak akan lepas dari sosok penting di negara ini, Ho Chi Minh. Meski sudah meninggal dunia pada 1969, tapi jejak langkahnya sebagai bapak bangsa Vietnam terlihat nyata hingga kini.
ANTARA yang mengunjungi Hanoi untuk meliput SEA Games Vietnam 2021 dari 10 sampai 24 Mei lalu, mengamati betapa Ho Chi Minh demikian diagungkan bangsanya.
Dari seluruh mata uang Vietnam (VND), yang terlukis hanya wajah Paman Ho, panggilan lain Ho Chi Minh, hingga setiap venue olahraga dan gedung pemerintahan selalu terpajang foto dengan gaya khasnya.
Foto setengah badan berbalut pakaian khas pria Vietnam warna putih dengan pose tersenyum menggambarkan pria dari keluarga cendekia ini demikian sederhana.
Tak heran jika Ho Chi Minh dikenal sebagai bapak bangsa Vietnam yang bersahaja dan kharismatik yang dikagumi lawan dan kawan.
Satu hal yang paling dikenang bangsa Vietnam dari tokoh yang kerap keluar masuk penjara politik ini, adalah saat dia membacakan teks proklamasi kemerdekaan Vietnam di depan ribuan orang yang memadati Ba Dinh Squre di Hanoi pada 2 September 1945, hanya dua pekan setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.
Berkat upaya kerasnya memerdekakan bangsa Vietnam dari kolonialisme dan imperialisme Prancis dan Amerika Serikat, dia demikian diagungkan sebagai pahlawan besar oleh negara di Asia Tenggara bagian utara itu.
Para pengikutnya membangun persemayaman megah di Ba Dinh Square yang kemudian menjadi Museum Ho Chi Minh, untuk mengistirahatkan jasad Ho Chi Minh yang sudah dibalsem oleh tim ahli Soviet.
Dengan begitu, wujud asli pemimpin Vietnam itu tetap dapat dilihat oleh para penerus negara sosialis komunis tersebut. Harapannya, generasi mendatang mereka meneladani kehidupan dan mengamalkan ajaran Paman Ho untuk melanjutkan perjuangan bangsa ini.
ANTARA mendapati fakta cukup mencengangkan dari Museum Ho Chi Minh, yakni ternyata hampir 99 persen warga Hanoi sudah mengunjungi tempat ini.
Ini dibenarkan oleh Nurlaela, seorang WNI yang berbisnis di kawasan Ba Dinh.
"Jika tidak pernah ke sana, bisa dikatakan aib bagi warga di sini," kata Nurlaela yang memiliki restoran Indonesia "Batavia" di Hanoi, kepada ANTARA, Sabtu (14/5).
Tak hanya warga negara Vietnam, Museum Ho Chi Minh yang berada di kawasan elit Ba Dinh ini menjadi tujuan utama pelancong.
Saat hari libur, antrean pengunjung mengular sampai sepanjang satu kilometer hingga menghidupakn kawasan ini, mulai kuliner, sampai bisnis souvenir.
Menurut Nguyen Bao, pelajar sekolah menengah di Hanoi, pelajaran mengenai perjalanan hidup Ho Chi Minh adalah mata pelajaran wajib di sekolah.
“Bukan hanya itu, kami juga biasa mendengarkan pidato-pidato perjuangan Ho Chi Minh. Mulai dari silsilah keluarganya, hingga organisasi politik yang diikutinya,” kata Nguyen.
Baca juga: SEA Games 2021 berakhir, bersinar bersama di panggung olahraga
berikutnya...menjadi kariib Bung Karno
Karib Soekarno
Dari berbagai catatan sejarah, Presiden pertama Republik Indonesia Soekarno ternyata memiliki hubungan yang dekat dengan Ho Chi Minh.
Bisa dikatakan keduanya kawan sehaluan dari negeri seberang karena sama-sama memiliki visi dan misi memusnahkan kolonialisme dan imperialisme di muka bumi. Bedanya, Indonesia dijajah oleh Belanda, sementara Vietnam dijajah Prancis.
Hubungan antara Indonesia-Vietnam Utara cukup dekat ketika itu, begitu juga dengan persahabatan Ho Chi Minh dengan Soekarno.
Dari buku “Soekarno dan Ho Chi Minh” yang diterbitkan Kompas pada 2018, Ho memiliki komitmen perjuangan yang tinggi dalam melawan kolonialisme dan imperialisme, tidak hanya di negerinya tetapi juga di Asia Tenggara lainnya.
Pada 19 November 1945, dia menyurati Presiden Soekarno. Surat itu diterima Wakil Presiden Mohammad Hatta dan diteruskan kepada Perdana Menteri Sjahrir.
Dalam surat itu, Ho mengajak tokoh perjuangan kemerdekaan Indonesia bahu-membahu mengusir kolonialisme dan imperialisme di Asia Tenggara, mulai Vietnam, Burma, hingga Indonesia.
Ho juga membangun solidaritas di antara negeri-negeri terjajah seperti India, Burma, Indonesia dan Malaya. Ide ini paralel dengan gagasan Soekarno dalam Konferensi Asia-Afrika di Bandung 1955.
Kedekatan Vietnam-Indonesia terlihat ketika bagian selatan dari negara tersebut diinvasi Amerika Serikat.
Presiden Soekarno kemudian memerintahkan pembentukan Komite Pembebasan Vietnam Selatan dengan membuka kantor perwakilannya di Jakarta. Bukan hanya memberikan bantuan fasilitas, Indonesia juga memberikan bantuan keuangan.
Lalu, Indonesia juga sempat melobi dunia dan mengampanyekan pendirian anti invasi Amerika Serikat di Vietnam Selatan secara internasional.
Pada 4 Maret 1959, atas usul Soekarno, Ho Chi Minh mendapatkan gelar doktor honoris causa dari Universitas Padjadjaran di Bandung.
Kedatangan Ho Chi Minh di Bandung juga bersamaan dengan peresmian nama Institut Teknologi Bandung (ITB) yang semula bernama Universitas Indonesia Bandung pada 27 Februari 1959. Selain ke Bandung, Ho juga mengunjungi Jakarta hingga 8 Maret 1959.
Melalui foto-foto yang tersebar, Paman Ho terlihat diterima hangat oleh Soekarno dan rakyat Indonesia. Salah satu foto yang dikenang adalah momen Ho menari bersama perempuan Indonesia.
Wujud kedekatan kedua pemimpin bangsa Asia ini kembali terlihat jelas karena hanya berselang tiga bulan setelah kedatangan Ho Chi Minh di Jakarta, Soekarno melakukan kunjungan balasan ke Hanoi pada 24-29 Juni 1959.
Perjumpaan keduanya kala itu menandai dimulainya hubungan bilateral antara Indonesia-Vietnam yang hingga kini tetap terjaga.
Malahan pada akhir 1965, saat kekuasaan Soekarno berada di ujung tanduk, Indonesia masih sempat dilaksanakan Konferensi Internasional Anti Pangkalan-Pangkalan Militer Asing, yang salah satu agendanya membahas mengenai agresi Amerika Serikat ke Vietnam.
Demikianlah hubungan karib antara dua pemimpin yang paling dikenang di Asia Tenggara ini yang memiliki banyak kemiripan.
Bung Karno pernah dipenjara di Sukamiskin, dibuang di Ende, hingga diasingkan ke Bengkulu, demikian juga Paman Ho yang pernah ditangkap dan dipenjarakan pemerintah Inggris selama dua tahun.
Bung Karno adalah proklamator, pun demikian Paman Ho. Waktunya pun relatif berdekatan, karena negeri ini sama-sama memanfaatkan momen bom atom di Hiroshima dan Nagasaki pada 6 Agustus 1945 dan 9 Agustus 1945 sebagai pendulum perubahan politik.
Ho Chi Minh dan Soekarno juga sama-sama tak melihat langsung tentara Amerika Serikat terusir oleh gerilyawan Vietkong pada 1975. Ho wafat 1969 yang setahun kemudian disusul oleh mangkatnya Presiden Soekarno.
Bedanya di Indonesia. Tak seperti Ho Chi Minh yang setelah wafat dikenang meriah oleh rakyatnya, Soekarno dikenang dalam keremangan catatan sejarah versi Orde Baru.
Baca juga: Menjaga cahaya solidaritas Asia Tenggara
Pewarta: Dolly Rosana
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2022