Tarif bea masuk produk perikanan kita di sebagian besar negara Eropa masih 15 persen, sehingga ekspor produksi perikanan kita sulit bersaing
Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi IV DPR RI Muhammad Dhevy Bijak menilai tarif ekspor komoditas sektor kelautan dan perikanan ke seluruh negara Eropa perlu dinolkan agar meningkatkan akses ekspor perikanan nasional ke kawasan tersebut.
"Tarif bea masuk produk perikanan kita di sebagian besar negara Eropa masih 15 persen, sehingga ekspor produksi perikanan kita sulit bersaing," katanya dalam rilis di Jakarta, Senin.
Menurut dia, ekspor perikanan dari negara tetangga, seperti Filipina dan Vietnam, tidak dikenakan tarif di semua negara Eropa.
Ia mengemukakan bahwa saat ini, hanya beberapa negara Eropa yang tergabung dalam EFTA (European Free Trade Association) seperti Islandia, Liechtenstein, Norwegia, dan Swiss yang telah menyepakati penurunan tarif impor sebesar nol persen per November 2021.
Untuk itu, ujar dia, instansi terkait harus didorong upayanya untuk melakukan perjanjian perdagangan internasional guna menghapus tarif bea masuk tersebut.
Sebelumnya, KKP mengajak para pelaku usaha memaksimalkan peluang ekspor yang kian terbuka. Selain makin diminati di pasar global, produk perikanan Indonesia bisa menikmati tarif 0 persen ke berbagai negara.
Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) KKP Artati Widiarti mengingatkan Pemerintah RI telah menyelesaikan dan meratifikasi perjanjian perdagangan dengan beberapa negara antara lain Indonesia-European Free Trade Association (EFTA) Comprehensive Economic Partnership Agreement (IE–CEPA) yang beranggotakan Norwegia, Swiss, Islandia, dan Lichtenstein.
Selain itu, ada Indonesia-Mozambique Preferential Trade Agreement (IM-PTA), Regional Comprehensive Economic Partnership Agreement (RCEP), dan Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement (IK-CEPA).
"Dengan adanya perjanjian dagang tersebut diharapkan peluang akses pasar produk perikanan semakin terbuka mengingat hambatan tarif semakin menurun bahkan dihapuskan," jelas Artati.
Artati menyampaikan bahwa FAO telah memproyeksikan 90 persen dari produksi ikan akan dikonsumsi sebagai pangan, tepung ikan dan minyak ikan (8 persen), dan sisanya nonpangan lainnya (2 persen) pada 2030.
Kemudian, konsumsi ikan per kapita secara global diproyeksikan mencapai 21,2 kg per kapita pada 2030, naik dari rata-rata 20,5 kg per kapita pada 2018-2020.
Selain itu, diproyeksikan juga ekspor ikan konsumsi dunia pada 2030 akan mencapai 44 juta ton (setara berat hidup), kemudian disebutkan pula bahwa sekitar 47 persen ekspor ikan konsumsi dunia akan berasal dari negara-negara Asia.
Berdasarkan data sementara BPS (480 kode HS 8 digit produk perikanan), nilai ekspor produk perikanan periode Januari-Maret 2022 mencapai 1,53 miliar dolar AS atau naik 21,62 persen dibanding periode yang sama tahun 2021.
Negara tujuan ekspor utama produk Indonesia meliputi Amerika Serikat sebesar 727,27 juta dolar AS atau meningkat 29,60 persen dibanding periode tahun sebelumnya, Tiongkok 214,39 juta dolar (meningkat 25,32 persen), Jepang 151,62 juta dolar (meningkat 10,08 persen), ASEAN 151,26 juta dolar (meningkat 12,18 persen), dan Uni Eropa 78,17 juta dolar (meningkat 26,71 persen).
Baca juga: Komisi IV DPR terima usulan pencadangan anggaran KKP Rp296,58 miliar
Baca juga: Anggota DPR harapkan penangkapan terukur jamin keadilan kuota ikan
Baca juga: Ketua Komisi IV DPR RI ingin anggaran KKP dapat ditambah
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2022