Denpasar (ANTARA News) - Petani Bali mengeluh saat panen raya berlangsung, akibat harga gabah murah bahkan tidak ada pedagang yang bersedia membelinya, kata sejumlah petani di Bajra Tabanan dan Uma Desa Badung, Bali, Kamis. Sementara masyarakat non petani juga mengeluh akibat harga beras di pasar-pasar tradisional maupun pusat-pusat perbelanjaan di kota Denpasar tetap tinggi yakni beras kualitas menengah bisa mencapai antara Rp4.500-Rp4.650 per kg. "Kami harus mengadu kemana kalau harga gabah melorot bahkan tidak ada yang membelinya termasuk para tengkulak juga berdalih tidak bisa membeli," tutur Nyoman Suamba bersama rekannya warga subak, di Uma Desa Badung. Di wilayah itu ada ratusan hektar tanaman padi menguning yang siap ditebas, namun tetap berdiri tegak akibat tidak ada pembeli, keluh petani itu sambil menyebutkan di sawah-sawah wilayah subak tetangganya juga bernasib sama. Suamba mengatakan, luas padi yang sedang menguning di wilayah subaknya ada sekitar 90 hektar, di daerah tetangganya Subak, Cemagi Let seratus hektar, Subak Ayung seratus hektar dan subak Bernasi sekitar 75 hektar. Petani agak kewalahan menjual hasil panenanya, karena pedagang atau pengijon tidak bersedia membeli gabahnya dan kalaupun ada pembeli namun dibeli dengan harga rendah yakni sekitar Rp110.000,-Rp115.000, per seratus meter persegi. Sedangkan Made Sudira petani asal Tabanan, daerah lumbung beras di Bali juga mengeluh saat petani di daerahnya sedang panen. "Petani biasanya riang gembira menikmati hasil panennya, tetapi sekarang justru muram," katanya. Hal itu, katanya, disebabkan harga gabah turun drastis dari sekitar Rp2.400 per kg kualitas gabah kering panen (GKP) sekarang hanya berkisar Rp1.600 per kg dan itu pun tidak banyak pedagang yang menampung panenan gabah petani. "Kalau dulu, memang Bulog yang kebanyakan membeli gabah petani lewat tangan-tangannya di pedesaan seperti Koperasi Unit Desa (KUD) dengan harga sesuai ketentuan pemerintah, tetapi sekarang tidak ada beritanya lagi," tuturnya. Para petani pulau Dewata itu mengeluhkan juga, karena hasil panenanya yang sedianya untuk membayar hutang atau ongkos penggarapan lahan sawahnya, ternyata gabahnya tidak laku terjual.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006