Surabaya (ANTARA News) - Kolonel Laut (S) M Irfan Djumroni selaku pembunuh isterinya dan hakim Pengadilan Agama (PA) Sidoarjo, Jatim, akhirnya divonis hukuman mati dan dipecat dari TNI-AL dalam persidangan di Pengadilan Militer Tinggi (Dilmilti) III-Surabaya, Kamis, namun terdakwa tampak tenang dan sedikit tegang. Dalam sidang putusan yang dipimpin ketua Majelis Hakim Dilmilti III-Surabaya Kolonel (CHK) Burhan Dahlan sejak pukul 10.00 WIB itu, perwira menengah (Pamen) di Kodikal Surabaya itu terlihat tenang, sedikit tegang, dan sesaat kemudian akhirnya berkonsultasi dengan penasehat hukum. Konsultasi dengan penasehat hukum yang dipimpin Kapten Laut Priyambodo itu, terkait dengan tawaran empat opsi dari majelis hakim yakni dapat menerima vonis, banding, mengajukan grasi kepada presiden, atau menyatakan pikir-pikir. "Kami menyatakan banding (ke Pengadilan Militer Utama/PMU di Jakarta)," kata Kapten Laut Priyambodo, usai berbicara dengan mantan guru militer di Kodikal Surabaya itu. Usai persidangan yang sempat diskors satu jam dan berakhir pada 14.30 WIB itu, Kolonel Irfan terlihat langsung memasuki sebuah ruangan tertutup di sebelah ruang persidangan, untuk menemui empat orang anggota keluarganya yang menghadiri persidangan, termasuk anggota keluarga yang datang dari Palembang. Di ruangan itu, mantan Pamen di Kodikal itu, tampak serius berbicara dengan keluarga dan beberapa penasehat hukumnya, sambil menyulut sebatang rokok. Namun tidak ada anggota keluarga Irfan yang mau berbicara dengan pers. Dalam berkas putusan/vonis setebal 172 halaman yang dibacakan, majelis hakim Dilmilti III-Surabaya terlihat menguatkan tuntutan Oditur Militer Tinggi (Odmilti) III Surabaya Kolonel (CHK) Aris Sudjawardi, yakni hukuman mati dan dipecat dari kesatuan. Menurut majelis hakim, tidak ada hal yang meringankan terdakwa sama sekali, karena sikap dan perilaku terdakwa selama persidangan justru terkesan berbelit-belit dan tak mau bertanggungjawab atas peristiwa pembunuhan yang dilakukannya. "Terdakwa selalu beralasan tidak tahu dalam peristiwa itu, dan menyatakan dirinya sedang berhalusinasi saat mengikuti apel di Kodikal. Terdakwa juga terkesan mirip seorang pembunuh berdarah dingin yang menikam isterinya, Ny Eka Suhartini, dengan tiga tikaman secara sadis," tuturnya. Setelah itu, terdakwa masih mencari mangsa lain yakni hakim PA Sidoarjo, Ahmad Taufik SH, yang berusaha membantu korban, tapi kakinya ditendang hingga jatuh dan tidak sempat membalik punggung, justru ditikam hingga tembus ke rongga dada. "Dalam pembunuhan keji pada 21 September 2005 bersamaan sidang putusan gono gini di Pengadilan Agama (PA) Sidoarjo itu, terdakwa memenuhi unsur kesengajaan dan perencanaan dalam pembunuhan itu," ujarnya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006