Mataram (ANTARA News) - Kelompok masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Rakyat Nusa Tenggara Barat mengharapkan polisi jujur dalam mempertanggungjawabkan tragedi berdarah di Pelabuhan Sape, Kabupaten Bima pada 24 Desember 2011.

Juru bicara mereka, Ali Usman Al Khairi, mengatakan kejujuran Polri itu sangat diharapkan berbagai pihak.

Tindakan represif oleh polisi menewaskan dua warga pengunjukrasa yakni Arif Rahman (18) dan Syaiful (17), keduanya warga Desa Sumi, Kecamatan Lambu, Kabupaten Bima.

"Bukannya memutarbalikkan fakta soal tragedi berdarah di Sape itu, dengan menyebut ada provokator dibalik kasus itu," ujar Ali yang juga Ketua Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) NTB itu.

Ali mengatakan, pernyataan juru bicara Polri yang menuding ada lima provokator yang menyulut kerusuhan saat aksi protes menolak pertambangan dengan memblokade Pelabuhan Sape, mendapat reaksi keras dari berbagai kalangan di NTB.

"Tidak ada provokator. Aksi show of force polisi di lapangan, justru memperlihatkan bahwa polisi yang memprovokasi warga. Sikap Pemda yang tidak peduli dengan protes warga juga semakin memprovokasi warga," ujarnya.

Kabid Humas Polda NTB AKBP Sukarman Husein menyatakan Polri tengah mengejar lima provokator yang dianggap menjadi dalang demonstrasi antipertambangan oleh warga Lambu.

Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Saud Usman Nasution juga menuding aksi warga itu memang ditujukan untuk membuat kekacauan, bahkan ada pemaksaan demonstrasi menolak tambang bagi warga yang sebenarnya setuju.

Kedua pernyataan ini dikritik Ali sebagai pembenaran untuk melakukan kekerasan terhadap mereka yang menolak penambangan itu.

Ali menilai Polri telah menjungkirbalikkan fakta dan berupaya membangun legitimasi untuk menutupi kesalahan yang dilakukannya di Sape.


Hal senada diungkapkan Ketua Serikat Tani Nasional (STN) NTB Ahmad Rifai yang menyebut polisi ingin mengaburkan kesalahan dengan kesimpulan sepihak yang menyatakan lima provokator sebagai pemicu tragedi berdarah di Sape.

"Bagi kami dan masyarakat Lambu, provokator pemicu konflik sebenarnya adalah Bupati Bima yang menerbitkan SK 188 yang membuat masyarakat resah. Berkali-kali warga berunjuk rasa pun tidak digubrisnya," ujar Rivai.

Rivai membantah pernyataan Polri bahwa aksi pekan lalu itu sengaja untuk membuat kekacauan.

"`Polri berbohong, warga tidak melakukan perlawanan terhadap polisi. Warga beraksi untuk menolak tambang, bukan membuat kekacauan. Dan tidak ada yang dipaksa hingga dirusak rumahnya untuk melakukan demo tolak tambang," ujar Rivai.

Ia menambahkan, data dan fakta yang sesungguhnya terkait tragedi Sape itu, sudah dihimpun tim investigasi dan advokasi sejumlah lembaga kompeten seperti DPR, Komnas HAM, dan tim Koalisi Rakyat NTB.(*)


A058/Y008

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2011