Medali dari cabang olahraga DBON dipersembahkan Bulutangkis: 2 emas, 2 perak, 1 perunggu, Angkat Besi: 3 emas, 3 perak, 4 perunggu, Panahan: 5 emas, 1 perak, Menembak: 8 emas, 6 perak, 2 perunggu, Wushu: 3 emas, 9 perak, 3 perunggu, Karate: 4 emas, 8 perak, 2 perunggu.
Kemudian, Taekwondo: 1 emas, 2 perak, 9 perunggu, Balap Sepeda: 3 emas, 4 perak, 1 perunggu, Atletik: 2 emas, 5 perak, 4 perunggu, Renang: 2 emas, 3 perak, 10 perunggu, Dayung/Kano/Kayak: 14 emas, 14 perak, 9 perunggu 12. Senam: 2 emas, 1 perunggu, Pencak Silat: 1 emas, 5 perak, 3 perunggu, Senam artistik : 2 emas, 1 perunggu.
Sedangkan medali dari cabang olahraga Non-DBON, Basket: 1 emas, 1 perak, 1 perunggu, Sepak Bola: 1 perunggu, Bola Voli: 2 emas, 1 perak, 1 perunggu, Futsal: 1 perak, Tenis: 1 emas, 1 perak, 2 perunggu, Bowling: 1 emas, 1 perak, 2 perunggu, Tinju: 1 emas, 3 perak, 1 perunggu, Catur: 3 emas, 4 perak, 4 perunggu, Esports: 2 emas, 3 perak, 1 perunggu, Golf: 1 perak, 1 perunggu, Judo: 1 emas, 1 perak, 4 perunggu, Jujitsu: 2 perunggu, Kickboxing: 2 emas, 1 perak, 1 perunggu, Takraw: 1 emas, 1 perak, 1 perunggu, Triathlon: 2 perak, 3 perunggu, Vovinam: 1 emas, 5 perunggu, Gulat: 2 perak, 1 perunggu, Selam/Finswimming: 3 emas, 6 perak, 3 perunggu dan anggar: tidak mendapatkan medali.
Nasib atlet
Dengan pola baru ini, SEA Games Vietnam menjadi sangat berbeda. Semua atlet yang diberangkatkan ‘dibebankan’ raihan medali.
Ajang multi cabang olahraga paling bergengsi di kawasan Asia Tenggara ini pun menjadi tak mudah, bukan hanya bagi atlet debutan tapi juga atlet berpengalaman, sebut saja, pesenam muda Indonesia berusia 20 tahun, Abiyu Rafi.
Saat tampil pada nomor all around di Quan Ngua Sport Complex, Hanoi, Vietnam, Jumat (13/5), peraih medali emas PON Papua 2020 bisa dikatakan berperforma buruk.
Baca juga: Bintang yang tenggelam di Vietnam
Tak ada satu pun alat yang diselesaikannya dengan baik, malahan di nomor terakhir kuda pelana, ia tak sanggup menuntaskan penampilannya karena kadung sudah cedera saat tampil pada alat palang tunggal.
"Ini SEA Games pertamanya, tapi dia tahu sudah dibebani target medali. Jadi memang dia tidak enjoy sepanjang pertandingan," kata Pelatih Timnas Senam Indonesia Indra Sabarani.
Demikian juga halnya bagi pesilat andalan Indonesia peraih medali emas Asian Games 2018, Puspa Arum Sari.
Pesilat yang sempat digadang-gadang bakal meraih medali emas pertama Indonesia pada SEA Games Vietnam harus puas pada urutan kedua setelah dikalahkan atlet tuan rumah pada nomor seni tunggal putri.
Puspa yang disebut sebagai pesilat terbaik di Asia untuk nomor seni justru menelan pil pahit di pentas yang kastanya jauh lebih rendah dari Asian Games. "Memang ada beban, tapi saya optimis saja dan menilai hal itu tidak akan terjadi (kemenangan atlet tuan rumah), tapi kenyataannya terjadi," kata dia.
Lain pula dengan atlet senam ritmik Sutjiati Kelanaritma Narendra, yang justru gagal berangkat ke SEA Games.
Mantan anggota pasukan elit atlet senam Amerika Serikat (AS) yang lahir di New York City dari ibu berwarga negara AS dan ayah berdarah Indonesia ini, yang juga peraih dua emas PON Papua ini, mengaku sedih karena dirinya tidak berangkatkan karena ketidakadaan biaya.
Ia pun harus menerima kenyataan bahwa cabang senam ritmik tak masuk dalam daftar prioritas Desain Besar Olahraga Nasional (DBON).
Berbeda pula dengan kisah cabang olahraga futsal, yang mana nyaris tak diberangkatkan ke SEA Games karena dianggap tak berpotensi meraih emas, kemudian belakangan mendapatkan tiket lantaran menjadi runner-up Piala AFF. Futsal Indonesia pun membuktikan dapat meraih perak di Vietnam.
Baca juga: Debutan yang bersinar di SEA Games 2021
Terlepas dari klaim dari berbagai pihak yang menilai bahwa sistem baru ini sudah baik, tapi penting kiranya menyimak pendapat dari Manajer Tim Nasional Bola Voli Putra Loudry Maspaitella yang juga Ketua Seleksi Atlet Nasional Persatuan Bola Voli Seluruh Indonesia (PBVSI).
"Sebenarnya yang paling memahami peta kekuatan cabang olahraga itu, ya Pengurus Besar. Tapi sayangnya, terkadang mereka tidak memiliki data Litbang yang kuat karena ada juga PB yang tidak aktif," kata dia.
Lantaran itu, ketika diadu dengan data yang dimiliki Tim Review maka dipastikan kalah. "Tim review ini kadang nawarnya itu seperti nawar cabai jadi susah kaminya. Keberhasilan ini takutnya jadi ukuran KOI bahwa dia sukses, padahal dalam proses ini banyak juga yang makan hati (atlet dan pelatih)," kata dia.
Tak mudah untuk mengadopsi sistem baru, dibutuhkan kesabaran dan kesadaran tinggi dari berbagai pihak untuk mengedepankan kepentingan negara di atas segalanya.
Tetap penting untuk menempatkan atlet sebagai aktor utamanya karena muara dari prestasi tak hanya mengharumkan nama bangsa tapi juga mencetak generasi andal.
Ada baiknya, mulai menyadarkan atlet, pelatih, dan pengurus olahraga bahwa kesempatan kini tak hanya di ajang multievent SEA Games tapi juga di ajang single event seperti Kejuaraan Asia dan Kejuaraan Dunia yang jauh lebih terbuka.
Baca juga: Pesepeda Tiara rela tunda pernikahan demi tampil di SEA Games Vietnam
Baca juga: Rionny ungkap faktor kegagalan tim putra di Piala Thomas dan SEA Games
Baca juga: Lupakan SEA Games. Lilipaly minta timnas fokus Kualifikasi Piala Asia
Copyright © ANTARA 2022