... sebagaimana kita fahami tidak bisa diadili, kecuali kebijakan itu secara sengaja dibuat untuk menguntungkan diri sendiri...
Jakarta (ANTARA News) - Maqdir Ismail, kuasa hukum bekas Direktur Utama PT PLN, Eddie W. Suwondho, yang divonis penjara lima tahun dan membayar ganti rugi Rp2 miliar, menyatakan banding atas putusan Pengadilan Tipikor terhadap kliennya itu.
"Alasan pokok banding, keputusan itu menilai kebijakan melakukan pekerjaan Roll-Out CIS RISI dan kebijakan sebagaimana kita fahami, tidak bisa diadili; kecuali kebijakan itu secara sengaja dibuat untuk menguntungkan diri sendiri," kata Ismail. Banding atas putusan itu ditetapkan Ismail dan kawan-kawan pada hari Rabu di Jakarta.
Majelis hakim Pengadilan Tipikor tetap memutuskan Suwondho bersalah dan menjatuhkan vonis itu, meskipun Suwondho dianggap tidak terbukti mendapat uang atau mengambil keuntungan dari pekerjaan Roll-Out CIS RISI PLN Disjaya dan Tangerang, dan tidak ada sepeserpun uang korupsi yang dinikmati dia maupun keluarganya.
Juga tidak ada kewajiban membayar ganti rugi Rp2 miliar sebagaimana didakwakan JPU, namun majelis hakim tetap menjatuhkan vonis selama lima tahun penjara karena Suwondho dinilai merugikan negara sebesar Rp46 miliar dan memperkaya orang lain.
Selain itu kebijakan ini menguntungkan masyarakat, PT PLN dan pemegang saham, karena pada hakekatnya CIS RISI menguntungkan PT PLN dengan nilai manfaat di atas Rp800 miliar per tahun, menguntungkan konsumen melalui pelayanan pembayaran dan data pelanggan lebih cepat dan akurat.
"Kesalahan pokok putusan pengadilan, diyakini ada kerugian negara bersumber penghitungan secara ceroboh oleh ahli IT, Yudho G Suchayo, bahwa pekerjaan Roll-Out CIS RISI ini ada kelebihan man-month seperti dinyatakan ahli IT, Agung Harsoyo, dari ITB. Kemudian dengan kelebihan man-month ini pula BPKP menghitung besar kerugian negara sebagaimana dinyatakan dalam Surat Dakwaan sebesar Rp46.189.037.336,59."
Dengan kata lain, penghitungan kerugian negara ini selain dasar dan cara penghitungannya tidak menimbulkan kepastian dan tidak nyata, juga bertentangan dengan ketentuan tentang keuangan negara.
Majelis hakim, kata Ismail, mengabaikan fakta-fakta hukum yang diajukan. Di antaranya tidak mempertimbangkan fakta pekerjaan Roll-Out CIS RISI PLN Disjaya dan Tangerang ini telah mendapat persetujuan dari Dewan Komisaris. Juga fakta tentang penunjukan langsung pekerjaan kepada PT Netway Utama oleh PLN Disjaya dan Tangerang, yang bersesuaian dengan ketentuan PT PLN (Persero).
Keputusan penunjukan langsung terkait Roll-Out CIS RISI PLN Disjaya dan Tangerang ini juga sudah disetujui Direktur Niaga, Sunggu A Aritonang, sebagai direktur yang bertanggung jawab terhadap proyek tersebut. "Sehingga tidak benar kalau kebijakan ini tidak diketahui dan tidak mendapat persetujuan dari anggota Dewan Direksi PT PLN," kata Ismail. (ANT)
Pewarta: Ade P Marboen
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2011