Jakarta (ANTARA News) - Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Moh Jumhur Hidayat menyatakan pembebasan tiga TKI dari eksekusi hukuman pancung di Arab Saudi membuktikan bahwa pemerintah melindungi warga negaranya.
"Hal ini patut disyukuri karena pemerintah melalui Perwakilan RI di Arab Saudi beserta Satuan Tugas (Satgas) Penanganan WNI/TKI Terancam Hukuman Mati Di Luar Negeri aktif mengupayakan perlindungan dengan berbagai cara khususnya dalam menangani pembebasan para TKI terancam hukuman mati," kata Jumhur di Jakarta, Rabu.
Tiga TKI yang terbebas dari hukuman pancung di Arab Saudi adalah Bayanah binti Banhawi (29), Jamilah binti Abidin Rofi`i alias Juariyah Binti Idin Ropi`i, dan Neneng Sunengsih binti Mamih (34).
Mereka telah dibebaskan dengan pemaafan keluarga korban di samping tuduhan pembunuhannya yang tidak terbukti dan mereka dipulangkan ke tanah air.
Kepala BNP2TKI menjemput kedatangan Bayanah di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, sedangkan Jamilah akan tiba pada Kamis (29/12), sementara Neneng seminggu atau dua minggu kemudian berangkat dari Riyadh, Arab Saudi, karena menunggu penyelesaian izin keluar (exit permit).
Bayanah binti Banhawi, TKI kelahiran 23 Agustus 1982 beralamat Desa Ranca Labuh Rt 07/01, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Tangerang, Banten, Jamilah Binti Abidin Rofi`i, TKI asal Cianjur, Jawa Barat, sedangkan Neneng Sunengsih binti Mamih, TKI yang lahir pada 6 Juni 1977 asal Desa Bojong Kalong, Kecamatan Nyalindung, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Jumhur menjelaskan, Bayanah yang berbekal paspor AA 988735 diberangkatkan ke Riyadh pada 29 Januari 2006 oleh PT Amanah Putera Pertama, Jakarta dan dipekerjakan sebagai TKI Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT) di keluarga majikan Abdullah Umar Al Munthairi.
Sesudah masa kerja dua bulan, Bayanah terlibat kasus sangkaan pembunuhan anak majikannya yang berusia empat tahun dan membuat dirinya ditahan di penjara khusus wanita Al Malaaz, Riyadh pada 5 April 2006.
"Bayanah dituduh mematahkan tangan anak majikan yang mengalami cacat otak dan secara tidak sengaja anak tersebut tersiram air panas dari kran "ashtafel" pada saat Bayanah mengganti pampers-nya, yang mengakibatkan kematian sang anak setelah dirawat selama 12 hari di rumah sakit,"kata Jumhur.
Dalam persidangan yang berlangsung pada 15 Juli 2007, Bayanah dituntut hukuman mati (qishash) oleh ahli waris korban yakni keluarga majikan Bayanah namun melalui persidangan yang digelar sebanyak tujuh kali sejak April 2008 sampai Maret 2009, majikan Bayanah tidak cukup bukti dalam melakukan tuntutan sehingga pengadilan membebaskan Bayanah dari ancaman hukuman mati, dan Bayanah saat itu hanya divonis lima tahun satu bulan penjara ditambah 300 cambukan.
Pada 22 Maret 2009, Bayanah mendapat pemaafan dari keluarga korban tetapi ia masih dikenai denda berupa pembayaran diyat sebesar 55.000 Real Saudi dan telah dibayar penuh pihak KBRI.
Pada 26 Oktober 2011, Ketua Satgas TKI Maftuh Basyuni bertemu Gubernur Riyadh untuk menanyakan pembebasan Bayanah yang tidak terbukti membunuh korban dan pada 30 Oktober 2011, kantor Gubernur Riyadh mengirim telegram ke penjara Al Malaaz untuk membebaskan Bayanah.
Untuk kasus Jamilah Binti Abidin Rofi?i, tuduhannya melakukan pembunuhan atas majikannya, Salim Al Ruqi (80) dan bertempat tinggal di wilayah Dhahir, Makkah. Hal itu dilakukan setelah Salim berupaya memperkosanya. Sejak 14 Maret 2007 Jamilah ditahan di Penjara Umum Makkah.
Pada 19 Mei 2009, pengadilan menyatakan Jamilah bersalah dan dijatuhi hukuman mati karena tuduhan membunuh korban dengan sebilah besi seusai bertengkar dengannya. Kasus itu pun maju ke Pengadilan Tinggi Arab Saudi pada pertengahan 2010.
Kemudian, Jamilah dikunjungi KJRI Jeddah di penjara pada 17 Januari 2011, untuk menyiapkan surat permohonan kepada majelis hakim agar dibebaskan dari hukuman mati dengan alasan demi pembelaan diri. Dan pada Mei 2011, Jamilah mendapat pemaafan keluarga korban melalui anaknya, Ali Seha Al Ruqi di hadapan Raja Abdullah tanpa kewajiban membayar diyat.
Sementara itu, Neneng Sunengsih Binti Mamih, pemegang paspor AP 482272 ditempatkan oleh PT Jasmindo Olah Bakat pada awal 2011 untuk bekerja di Riyadh pada keluarga Asraf Roja Al Rajani. Neneng menghadapi tuduhan membunuh bayi majikannya berusia empat bulan setelah meminumkan susu, yang membuatnya meringkuk di Penjara Al Jouf, Riyadh.
Karena kasusnya juga tidak terbukti secara hukum, Neneng dibebaskan dan tidak diharuskan memenuhi diyat.
(T.B009/A011)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011