Kenapa membiarkan anak-anak itu mati? Ada penembakan di dalam sana.
Uvalde (ANTARA) - Penembak masuk ke sekolah dasar di Texas lewat pintu yang tak dikunci lalu membunuh 19 siswa dan dua guru ketika menyandera sebuah kelas selama satu jam sebelum diserbu dan ditembak mati oleh tim taktis.
Hal itu diungkapkan oleh Departemen Keselamatan Publik (DPS) Texas, Kamis, terkait penembakan massal yang terjadi di Rob Elementary School pada Selasa.
Penjelasan resmi itu sangat berbeda dengan yang disampaikan polisi sebelumnya, sehingga mengundang pertanyaan tentang aturan keamanan di sekolah itu dan respons dari penegak hukum.
Kompleks pendidikan yang berada di Uvalde, Texas, itu – sekitar 130 km arah barat San Antonio – menerapkan kebijakan untuk mengunci semua akses masuk, termasuk pintu kelas, sebagai tindakan pengamanan.
Namun, seorang siswa mengatakan kepada Reuters bahwa pada hari kejadian beberapa pintu tidak dikunci agar orang tua siswa dapat masuk untuk merayakan "hari penghargaan".
Kronologi baru yang terperinci itu muncul beberapa jam setelah beredar video-video yang memperlihatkan sejumlah orang tua siswa tampak putus asa di luar gedung sekolah selama penyerangan berlangsung.
Mereka memohon kepada aparat keamanan untuk menyerbu masuk ke sekolah, sementara beberapa ayah siswa tampak dicegah oleh aparat.
Insiden tersebut menjadi kasus penembakan sekolah paling mematikan di AS dalam hampir satu dekade.
Tragedi itu menjadi semakin dramatis setelah media melaporkan bahwa suami salah satu guru yang tewas, meninggal akibat serangan jantung pada Kamis saat mempersiapkan pemakaman istrinya.
Dalam pengarahan pers, juru bicara DPS Victor Escalon mengatakan si penembak, Salvador Ramos, 18 tahun, masuk dengan bebas ke halaman sekolah setelah menabrakkan truk pikapnya di dekat lokasi. Penembakan terjadi 12 menit kemudian.
Laporan awal polisi mengatakan bahwa Ramos, yang berkendara dari rumahnya usai menembak dan melukai neneknya, dicegat oleh petugas polisi yang menjaga sekolah itu ketika dia berlari ke arah sekolah.
Faktanya, tak ada petugas bersenjata di sekolah itu ketika Ramos tiba, menurut Escalon. Dia mengatakan sebagian besar tembakan muncul di awal serangan.
Tersangka menabrakkan pikapnya di luar sekolah pada pukul 11.28 waktu setempat (23.28 WIB), menembak dua orang di rumah persemayaman di seberang jalan, lalu memanjat pagar sekolah dan berjalan ke dalam gedung melalui pintu belakang yang tidak dikunci pada 11.40 (23.40 WIB), kata Escalon.
Dua petugas yang merespons panggilan tiba di sekolah empat menit kemudian tetapi berlindung dari tembakan beruntun yang dilepaskan Ramos, kata Escalon.
Sang penembak kemudian bersembunyi selama satu jam di dalam ruang kelas empat, di mana para korbannya, yang berusia 9-10 tahun, belajar. Dia kemudian tewas ditembak oleh tim taktis Patroli Perbatasan AS yang menyerbu kelas tersebut, kata Escalon.
Selang waktu yang cukup lama itu tampak ganjil karena biasanya penegak hukum berusaha melumpuhkan "penembak aktif" secepat mungkin untuk mencegah lebih banyak korban.
Ketika ditanya apakah polisi berusaha menerobos masuk lebih cepat, Escalon menjawab, "Itu pertanyaan yang sulit". Dia menambahkan bahwa otoritas akan memberikan lebih banyak informasi karena penyelidikan masih berjalan.
Dia menggambarkan adanya suasana kacau setelah baku tembak awal dengan petugas yang meminta bantuan dan mengevakuasi siswa dan staf sekolah.
Dalam sebuah video yang dibagikan di Facebook oleh seorang pria bernama Angel Ledezma, para orang tua terlihat menerobos garis polisi dan berteriak kepada petugas agar masuk ke sekolah.
"Ini sudah satu jam, dan mereka masih belum mengeluarkan semua anak," kata Ledezma dalam video itu. Dia tidak merespons pesan yang meminta komentarnya.
Video lain yang diunggah ke YouTube memperlihatkan petugas berusaha mencegah sedikitnya satu orang dewasa. Seorang wanita terdengar mengatakan, "Kenapa membiarkan anak-anak itu mati? Ada penembakan di dalam sana."
Baca juga: Tak ada WNI jadi korban dalam penembakan di Texas, AS: Kemlu
"Ada rekan kami yang masuk untuk mengambil anak-anak," seorang petugas terdengar berteriak ke arah kerumunan. "Mereka sedang berusaha."
Para penyidik masih mencari motif si penembak, kata Escalon.
Ramos, yang berhenti sekolah saat SMA, tidak memiliki catatan kejahatan dan gangguan jiwa. Namun, beberapa menit sebelum penyerangan, dia menulis pesan online bahwa dirinya akan "menembak sebuah sekolah dasar", menurut Gubernur Greg Abbott.
Kenapa pintu belakang sekolah tidak dikunci masih diselidiki, kata Escalon.
Miguel Cerrillo, 35 tahun, dan Elena, puterinya yang berusia 8 tahun dan siswa kelas tiga di Robb, mengatakan pintu yang dilewati penembak biasanya dikunci.
"Tapi hari itu tidak dikunci karena ada Hari Penghargaan, dan beberapa orang tua masuk melalui pintu itu," kata Elena, yang berada di sekolah saat kejadian.
"Tempat parkir penuh di depan, jadi orang-orang parkir di belakang dan masuk lewat pintu itu," katanya.
Sedikitnya 17 orang, termasuk anak-anak, juga terluka dalam insiden itu.
Baca juga: Sekjen PBB dikejutkan oleh penembakan massal di sekolah dasar Texas
Uvalde County, salah satu kawasan termiskin di Texas, memiliki empat petugas polisi – seorang kepala, seorang detektif dan dua petugas – untuk berpatroli di sembilan sekolah di distrik tersebut dan beberapa kampus "kedua" mempekerjakan petugas keamanan, menurut situs distrik pendidikan itu.
Para guru menjalani pelatihan keamanan tahunan dan para siswa diminta menaati prosedur penguncian, evakuasi dan aturan keselamatan lainnya, kata situs itu.
Serangan tersebut, yang terjadi 10 hari setelah 10 orang tewas oleh penembak berusia 18 tahun di toko swalayan di Buffalo, New York, telah memicu perdebatan di seluruh AS tentang senjata api.
Presiden Joe Biden dan para anggota parlemen dari Demokrat telah berjanji untuk mendorong pembatasan senjata yang baru, meskipun ditentang oleh kubu Republik.
Biden dijadwalkan akan mengunjungi Uvalde pada Minggu.
Sumber: Reuters
Baca juga: Setelah insiden penembakan di Texas, UNICEF dorong perlindungan anak
Baca juga: Biden akan kunjungi keluarga korban penembakan di Texas
Penerjemah: Anton Santoso
Editor: Fardah Assegaf
Copyright © ANTARA 2022