Abetnego menyerukan ajakan tersebut di sela agenda Forum Kebijakan Global Pengurangan Risiko Bencana (Global Platform for Disaster Risk Reduction/GPDRR) di Bali, Kamis.
"Risiko bencana kita sangat besar. Tentunya pemerintah tidak bisa sendirian dalam mengurangi risiko tersebut. Peran masyarakat terutama elemen kampus dan LSM sangat dibutuhkan," kata Abetnego dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Kamis.
Abetnego menyebutkan per 23 Mei 2022 telah terjadi bencana sebanyak 1.613 di Indonesia dan sepanjang 2015 hingga 2021, tercatat 121 letusan gunung berapi di Indonesia.
Abetnego menyampaikan pengalaman terbaik dari seluruh negara menunjukkan keberhasilan penanganan bencana terletak pada peran masyarakat dan gotong-royong seluruh pemangku kepentingan.
Dia menekankan bahwa masyarakat bukan sebagai objek, melainkan peserta aktif dalam upaya pengurangan risiko bencana.
Abetnego menjelaskan keterlibatan elemen masyarakat dalam penanggulangan risiko bencana merupakan salah satu arahan Presiden Joko Widodo dalam memitigasi bencana, yang juga termuat dalam substansi konsep Resiliensi Berkelanjutan, yang disampaikan Presiden Joko Widodo pada Forum GPDRR.
"Bapak Presiden menilai bahwa setiap negara di dunia harus memperkuat budaya dan kelembagaan siaga bencana yang antisipatif, responsif, dan adaptif. Tak terkecuali untuk Indonesia. Ini butuh sinergi antara kelembagaan pemerintahan serta kelembagaan sosial dan masyarakat," tutur Abetnego.
Presiden Joko Widodo sebelumnya menyampaikan konsep Resiliansi Berkelanjutan pada Forum Kebijakan Global Pengurangan Risiko Bencana (GPDRR) ke-7 di Bali, Rabu (25/5).
Resiliensi Berkelanjutan merupakan solusi untuk menjawab tantangan risiko sistemik menghadapi berbagai bencana, termasuk pandemi dan mendukung implementasi pembangunan berkelanjutan.
Baca juga: Ketua DPR: COVID-19 jadi alarm pentingnya kerja sama global
Baca juga: GPDRR- Indonesia tawarkan ketahanan berkelanjutan atasi risiko bencana
Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2022