"Pemerintah Malaysia baru-baru ini menambahkan 11 sektor baru dan subsektor pekerjaan yang bisa masuk dalam program pemutihan. Kami menyambut baik kebijakan tersebut karena para PATI, termasuk dari Indonesia yang bekerja di sektor tersebut berkesempatan dapat izin kerja," kata Ketua Tim Pelaksana Program Penanganan Menyeluruh PATI, Suryana Sastradiredja, di Kuala Lumpur, Senin.
Salah satunya, menurut dia, adalah sektor pekerja di kedai toko runcit (barang kebutuhan rumah tangga) yang kini para PATI yang bekerja disektor ini bisa memperoleh izin kerjanya.
Ia mengemukakan, jumlah PATI asal Indonesia yang bekerja di sektor tersebut cukup banyak, diantaranya warga Aceh yang sebagian besar bekerja di kedai runcit di Kuala Lumpur dan sekitarnya.
PATI yang telah mengajukan permit kepada pemerintah Malaysia saat ini jumlahnya sekitar 100.000 orang, walau belum banyak dibandingkan jumlah PATI yang ikut mendaftarkan diri pada program pemutihan.
"Dari kabar yang saya terima baru ada sekitar 3.000 permit untuk PATI yang telah dikeluarkan pemerintah Malaysia, sedangkan yang mendaftar untuk permohonan permit sekitar 100 ribuan," kata Suryana.
Sementara itu, pemberian paspor kepada para PATI Warga Negara Indonesia (WNI) tentunya akan memerlukan waktu panjang karena jumlahnya sekitar 500 ribuan orang. Oleh karena itu, pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) mengusulkan agar pemberian permit bisa saja dilakukan, meskipun paspor para PATI tersebut belum jadi.
Suryana menjelaskan, usulannya adalah KBRI Kuala Lumpur cukup mengeluarkan selembar kertas bukan paspor yang menyatakan para PATI sedang menguruskan paspornya ke perwakilan RI di Malaysia.
Dalam usulan tersebut, kertas yang akan diberikan stempel dan dibawa PATI dan majikannya ke Kementerian Dalam Negeri untuk menguruskan permit kerjanya.
Bila permit sudah dapat dikeluarkan dan selanjutnya paspor pun sudah selesai, menurut dia, maka permit tersebut bisa ditempelkan di paspor dengan masa berlaku sesuai dengan waktu dikeluarkannya.
"Permit itu berlaku sejak dikeluarkan bukan pada saat ditempelkan. Jika beberapa bulan kemudian paspornya keluar, maka masa berlaku permit sesuai dengan waktu pengeluarannya," ujar Suryana.
Diakuinya, memang cara seperti itu menjadikan kerja dua kali, tapi cukup efektif untuk mencegah penumpukan pemohon paspor, dan pengeluaran paspor pun tidak seperti dikejar-kejar, serta menjaga agar pengeluaran paspor tidak menyalahi ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Suryana menerangkan, dalam pertemuan beberapa waktu lalu, sepertinya pihak kementerian dalam negeri (KDN) cukup dapat memahami dan berjanji menyampaikan hal ini kepada Menteri Dalam Negeri Malaysia, Datuk Seri Hishammuddin Hussein.
"KDN sepertinya bisa memahami. Bahkan, usulan itu akan disampaikan ke Menteri Hishammuddin," katanya.
Ia menambahkan bahwa KDN meminta ada nomor registrasi pada setiap lembar kertas yang akan digunakan untuk pengurusan permit tersebut.
(T.N004/A011)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2011