Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyerahkan barang bukti dan dua tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait proyek pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Buru Selatan, Maluku tahun 2011-2016 ke penuntutan agar dapat segera disidangkan.
Dua tersangka merupakan pihak penerima kasus tersebut, yaitu mantan Bupati Buru Selatan Tagop Sudarsono Soulisa (TSS) dan Johny Rynhard Kasman (JRK) dari pihak swasta.
"Hari ini, tim penyidik telah melaksanakan tahap II (penyerahan tersangka dan barang bukti) untuk tersangka TSS dan kawan-kawan pada tim jaksa karena atas pemeriksaan seluruh isi berkas oleh tim jaksa kemudian dinyatakan lengkap," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri melalui keterangannya, Rabu.
Ia menyampaikan tim jaksa kembali meneruskan masa penahanan dua tersangka untuk masing-masing selama 20 hari ke depan, terhitung mulai 25 Mei 2022 sampai dengan 13 Juni 2022.
Baca juga: KPK setor Rp5,5 miliar dari denda dan lelang barang terpidana korupsi
"TSS ditahan di Rutan Polres Jakarta Timur, JRK ditahan di Rutan Polres Jakarta Pusat," kata dia.
Selanjutnya, kata Ali, pelimpahan berkas perkara dan surat dakwaan ke pengadilan tipikor oleh tim jaksa segera dilaksanakan dalam batas waktu 14 hari kerja.
KPK telah menetapkan tiga tersangka, satu tersangka lainnya ialah Ivana Kwelju (IK) dari pihak swasta/Direktur Utama PT Vidi Citra Kencana (VCK) sebagai pihak pemberi.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Tagop yang menjabat Bupati Buru Selatan periode 2011-2016 dan 2016-2021 diduga memberikan perhatian lebih untuk berbagai proyek Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Buru Selatan, bahkan sejak awal menjabat.
Perhatian lebih Tagop tersebut di antaranya ialah mengundang secara khusus kepala dinas dan kepala bidang Bina Marga untuk mengetahui daftar dan nilai anggaran paket setiap pekerjaan proyek.
Kemudian, dia merekomendasikan dan menentukan secara sepihak terkait dengan rekanan mana saja yang dapat dimenangkan untuk mengerjakan proyek, baik melalui proses lelang maupun penunjukan langsung.
KPK menduga dari penentuan para rekanan itu, dia meminta sejumlah uang dalam bentuk "fee" senilai 7 hingga 10 persen dari nilai kontrak pekerjaan. Khusus untuk proyek dari dana alokasi khusus, besaran "fee" ditetapkan sekitar 7 sampai 10 persen dan ditambah 8 persen dari nilai kontrak pekerjaan.
Proyek-proyek tersebut adalah pembangunan jalan dalam kota Namrole Tahun 2015 bernilai proyek sebesar Rp3,1 miliar, peningkatan jalan dalam kota Namrole (hotmix) bernilai proyek Rp14,2 miliar, peningkatan jalan ruas Wamsisi-Sp Namrole Modan Mohe (hotmix) bernilai proyek Rp14,2 miliar, serta peningkatan jalan ruas Waemulang-Biloro dengan nilai proyek Rp21,4 miliar.
Baca juga: Tersangka korupsi helikopter AW-101 diduga rugikan negara Rp224 miliar
Atas penerimaan sejumlah "fee" tersebut, dia diduga menggunakan orang kepercayaannya bernama Johny untuk menerima sejumlah uang dengan menggunakan rekening bank miliknya. Selanjutnya, uang itu ditransfer ke rekening bank milik dia.
KPK pun menduga sebagian dari nilai "fee" yang dia diterima sekitar Rp10 miliar diberikan oleh Ivana karena telah dipilih untuk mengerjakan salah satu proyek pekerjaan yang anggarannya bersumber dari dana alokasi khusus (DAK) pada tahun 2015.
Atas penerimaan Rp10 miliar tersebut, Tagop juga diduga membeli sejumlah aset dengan menggunakan nama pihak-pihak lain dengan maksud untuk menyamarkan asal usul uang yang diterima dari para rekanan kontraktor.
Baca juga: KPK limpahkan dakwaan Rahmat Effendi ke Pengadilan Tipikor Bandung
Baca juga: Dewas KPK minta keterangan Lili Pintauli pekan ini
Baca juga: KPK limpahkan berkas Bupati PPU nonaktif dan kawan-kawan ke pengadilan
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2022