Beirut (ANTARA News) - Perang kata-kata memanas antara Hizbullah dan Washington, dengan tudingan dan bantahan-tudingan beterbangan antara dua musuh ketika krisis di Suriah menelan korban kelompok militan Syiah itu.
Perang dingin antara Hizbullah yang didukung Iran dan Suriah dengan Amerika Serikat -- yang memasukkan kelompok Lebanon itu dalam daftar hitam organisasi teroris -- kembali mengalir sesudah berlangsung puluhan tahun, lapor AFP.
Namun dengan gejolak politik di dunia Arab di puncaknya, ketegangan antar keduanya melejit.
"Tahun ini bukan yang pertama kali Hizbullah mengekspos jaringan intelijen, apakah bekerja untuk Amerika Serikat atau yang lain, dan kasus kriminal Amerika Serikat lawan Hizbullah sudah berlangsung berbulan-bulan," kata Paul Salem, kepala Pusat Timur Tengah Carnegie yang berbasis di Beirut.
"Namun tidak ada keraguan bahwa, mengingat apa yang sedang terjadi di Suriah berbarengan dengan penarikan AS dari Irak ... kami berada dalam fase tegangan tinggi dimana setiap orang menaikkan tekanan terhadap lawannya."
Permusuhan itu mulai mendalam awal tahun ini, ketika pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah menuduh Badan Intelijen Pusat (CIA) menanamkan mata-mata di dalam hirarki partainya.
Pengumuman Nasrallah Juni, yang disambut partai tersebut sebagai "kemenangan" atas Amerika Serikat, menandai pengakuan infiltrasi pertama oleh gerakan yang didirikan pada 1982 itu.
Amerika Serikat mengajukan tuntutan kriminal terhadap serentetan institusi keuangan Lebanon yang diduga berhubungan dengan Hizbullah dengan alasan mereka terlibat di dalam skema masif guna menyalurkan ratusan juta dolar.
Otoritas federal AS mengatakan perusahaan-perusahaan itu merupakan bagian dari skema untuk mencuci ratusan juta dolar keuntungan dari perdagangan narkotika dan aktivitas kriminal lain untuk mendanai aktivitas Hizbullah.
Namun Hizbullah telah dengan kukuh menyangkal tuduhan-tuduhan itu, dimana orang nomor dua kelompok itu, Syeh Naim Qassem, menuduh Washington minggu ini melancarkan kampanye pelepotan terhadap kelompok muslim Syiah yang, katanya, tidak akan mengikuti jalan "yang dilarang agama."
Hizbullah menaikkan taruhan dengan menuduh "teroris" Amerika Serikat berada di belakang pemboman kembar di ibukota Suriah Jumat yang menewaskan 44 orang dan melukai 166 orang, menurut para pejabat.
"Pemboman yang mengakibatkan kematian dan cedera lusinan orang, terutama wanita dan anak-anak, adalah keahlian Amerika Serikat, induk terorisme," kata sebuah pernyataan yang dirilis gerakan tersebut Jumat.
Gerakan itu mengatakan timing pemboman, yang merobek dua kantor dinas keamanan di ibukota Suriah itu, secara jelas memberi sinyal "tindakan balas dendam berdarah, pengecut" terhadap "kekalahan" AS di Irak.
Para analis mengatakan krisis di Suriah, yang menyediakan Lebanon perbatasan terbuka satu-satunya, telah memberi pukulan terhadap Hizbullah yang sekarang harus menghadapi kemungkinan masa depan tanpa sekutu regional utama.
Dan ketika struktur kekuatan bergeser di Timur Tengah, para pakar mengatakan tekanan Barat terhadap gerakan militan Lebanon akan terus meningkat selagi kelompok itu berisiko kehilangan dukungan yang diberikan oleh rezim yang sedang berjuang Presiden Suriah Bashar al-Assad.
"Tuduhan terakhir AS terhadap Hizbullah adalah ... bagian dari kampanye luas terhadap poros Suriah-Iran-Hizbullah," kata Amal Saad-Ghorayeb, pengarang buku yang akan datang "The Iran Connection: Understanding the Alliance with Syria, Hezbollah and Hamas."
"Kami hanya akan melihat lebih banyak tuduhan-tuduhan ini," kata Saad-Ghorayeb kepada AFP.
"Amerika Serikat sadar bahwa ... Hizbullah sudah kehilangan dukungan di wilayah itu karena Suriah, jadi kini adalah saatnya untuk menodai reputasinya, untuk bergerak dari mencap kelompok itu sebagai teroris menjadi benar-benar mengkriminalkannya." (K004)
Penerjemah: Kunto Wibisono
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011