Baghdad (ANTARA News) - Dua serangan di Baghdad dan penembakan terhadap sebuah pos pemeriksaan militer di kota utama Mosul, Irak utara, meningkatkan jumlah kematian dalam kekerasan di Irak pada Kamis menjadi 67, kata sejumlah pejabat kesehatan dan keamanan.
Sebanyak 60 orang tewas dan 183 cedera dalam lebih dari selusin serangan di Baghdad, ibu kota Irak, kata juru bicara kementerian kesehatan Ziad Tariq, lapor AFP.
Di kota Baquba, Irak tengah, satu keluarga yang terdiri dari lima orang dibunuh, sementara dua prajurit ditembak mati di Mosul, kata polisi dan pejabat rumah sakit.
Menurut Tariq, sebagian besar serangan di Baghdad dilakukan pada jam sibuk pagi hari, namun tiga orang tewas dalam pemboman terpisah pada malam hari di sebuah kafe dan pasar di kota tersebut.
Kekerasan itu berlangsung ketika para politikus Irak berselisih mengenai surat perintah penangkapan yang dikeluarkan bagi Wakil Presiden Tareq al-Hashemi.
Perdana Menteri Irak Nuri al-Maliki mendesak pihak berwenang di Kurdi menyerahkan Hashemi, yang diburu atas tuduhan memiliki pasukan pembunuh dan bersembunyi di wilayah otonomi mereka.
"Kami mendesak pemerintah wilayah Kurdi melaksanakan tanggung jawabnya dan menyerahkan Hashemi ke sistem peradilan," kata Maliki pada jumpa pers di Baghdad, Rabu. "Kami tidak menerima campur tangan dalam pengadilan Irak."
Maliki juga menolak seruan Hashemi agar perwakilan Liga Arab mengamati penyelidikan dan interogasi. "Ini adalah sebuah kasus kriminal, dan tidak perlu Liga Arab dan dunia berperan dalam hal ini," katanya kepada wartawan.
Pernyataannya itu disampaikan ketika pemerintah Irak memperingati tahun pertama pergolakan. Hashemi menolak tuduhan bahwa ia memiliki pasukan pembunuh, sementara AS mendesak semua pihak tenang dalam perselisihan yang telah meningkatkan ketegangan sektarian itu.
Para pejabat Irak mengeluarkan surat perintah penangkapan bagi Wakil Presiden Tareq al-Hashemi pada Senin (19/12) setelah mereka memperoleh pengakuan yang mengaitkannya dengan kegiatan teroris.
Juru bicara Kementerian Dalam Negeri Irak Mayor Jendral Adel Daham mengatakan pada jumpa pers, pengakuan para tersangka yang diidentifikasi sebagai pengawal Hashemi mengaitkan wakil presiden tersebut dengan pembunuhan-pembunuhan dan serangan.
Surat perintah penangkapan itu ditandatangani oleh lima hakim, kata Daham.
Seorang pejabat pengadilan yang tidak bersedia disebutkan namanya mengkonfirmasi penerbitan surat perintah penangkapan itu. Komite lima hakim sebelumnya melarang Hashemi meninggalkan Irak.
Berita mengenai surat penangkapan itu tersiar ketika televisi pemerintah Al-Iraqiya menayangkan gambar yang menunjukkan pengawal-pengawal Hashemi yang mengakui merencanakan dan melancarkan serangan-serangan teror dan menerima dana dan dukungan dari wakil presiden itu.
Sedikitnya 13 pengawal Hashemi, seorang pemimpin Sunni Arab, ditangkap dalam beberapa pekan terakhir, namun tidak jelas berapa orang yang kini ditahan.
Presiden wilayah otonomi Kurdi Irak Massud Barzani sebelumnya menyerukan perundingan darurat untuk mencegah runtuhnya pemerintah persatuan nasional, dengan memperingatkan bahwa "keadaan sedang mengarah ke krisis yang dalam".
Kantor Hashemi mengeluhkan gangguan keamanan yang disengaja seperti blokade terhadap rumahnya selama beberapa pekan, serta kejadian-kejadian lain, dan mengatakan, hanya tiga orang yang ditangkap.
Perkembangan terakhir itu terjadi setelah blok Iraqiya kubu Hashemi dan Deputi Perdana Menteri Saleh al-Mutlak menyatakan Sabtu bahwa mereka memboikot parlemen untuk memprotes monopoli kekuasaan oleh Perdana Menteri Nuri al-Maliki.
Minggu, Maliki mendesak Mutlak dipecat dan anggota-anggota parlemen akan mempertimbangkan permintaannya itu pada 3 Januari, kata seorang pejabat parlemen. (M014)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011