Kepalsuan bibit itu terkait varietas kelapa sawit (Elaeis jacques) yang tidak sesuai dengan spesifikasi produktivitas yang disyaratkan. Hal ini terang saja merugikan para petani, karena pohon sawit yang berasal dari bibit "palsu" produktivitasnya rendah malah ada yang tidak berbuah sama sekali.
"Untuk itu pada 2012 kami akan mengganti pohon sawit dari bibit palsu tersebut," kata Kepala Dinas Perkebunan Bengkulu, Ricky Gunawan, Kamis.
Hal ini, menurut dia, terjadi karena petani tidak punya pengetahuan cukup tentang jenis-jenis bibit kelapa sawit yang baik dan berkualitas. Banyak juga petani yang membibitkan sendiri kelapa sawit itu menggunakan buah-buah yang rontok dari tandannya.
Bibit yang didapat dari cara pembudidayaan seperti ini sangat tidak terjamin kualitas dan produktivitasnya. Cara ini ditempuh petani karena harga bibit berkualitas yang dianggap mahal, yaitu Rp30.000 per batang di dalam kantong penanaman.
Gunawan menyatakan, "Tahun ini akan diberikan bantuan bibit pengganti sebanyak 12.000 Hektare. Setiap hektar biasanya ditanami sebanyak 125 batang sawit," katanya.
Proses penggantian sendiri akan dilakukan secara bertahap. Bantuan sendiri bersifat gratis yang diprioritaskan adalah perkebunan rakyat.
"Kami mengimbau masyarakat agar lebih berhati-hati membeli bibit, karena untuk mengetahui bibit tersebut baik atau tidak saat pohon telah besar dan masuk waktu berbuah," jelasnya.
Akibat bibit palsu ini dirasakan benar oleh Andi Wijaya, petani asal Kabupaten Seluma. Karena tergiur harga bibit murah, saat ini ia rugi puluhan juta.
Dua hektar sawit yang telah ditanaminya empat tahun lalu hanya sebagian kecil saja yang berbuah.
Padahal menurutnya biasanya sawit yang berasal dari bibit unggul dan usia produktif diatas lima tahun menghasilkan 20 ton per tahun untuk setiap hektarenya.
Ia sangat berharap mendapatkan bantuan bibit unggul dari pemerintah, meski untuk itu ia harus menunggu beberapa tahun lagi hingga sawitnya berproduksi. (ANT)
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2011