Palu (ANTARA) - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menilai generasi muda perlu berperan dan terlibat dalam pencegahan tumbuh dan berkembangnya intoleransi, radikalisme dan terorisme lewat teknologi komunikasi dan informasi.
"Penyebaran faham radikalisme saat ini menempatkan generasi muda sebagai sasaran. Oleh karena itu, generasi muda harus dilindungi, ditingkatkan kapasitasnya, dan diberi ruang untuk berperan mencegah tumbuh dan berkembangnya faham radikalisme," ucap Kasubdit Kontra Propaganda Direktorat Pencegahan BNPT, Kolonel Sujatmiko, di Palu, Senin.
Baca juga: BNPT: Pelestarian kearifan lokal berkontirbusi cegah radikalisme
Sujatmiko mengatakan pengaruh faham radikalisme sangat berbahaya dan merusak generasi muda sebagai harapan bangsa di masa mendatang, bahkan mengancam ideologi negara.
Karena itu, radikalisme harus dilawan dengan berbagai strategi salah satunya dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi.
Baca juga: BNPT kenalkan deradikalisasi Kawasan Terpadu Nusantara ke Singapura
Olehnya BNPT memberikan literasi kepada generasi muda di Sulteng lewat kegiatan bertajuk "asistensi bidang penulisan, desain komunikasi visual atau konten kreator, dan bidang IT".
Terdapat 57 peserta sebagai kader duta damai dunia maya yang merupakan mahasiswa dan pegiat media sosial dari berbagai kabupaten dan kota di Sulteng mengikuti kegiatan tersebut.
Baca juga: BNPT desak penetapan norma internasional lindungi anak dari terorisme
"Kita berharap generasi muda dapat membuat konten-konten dan narasi kontra radikalisme yang disebar luaskan melalui teknologi informasi dan komunikasi," ujarnya.
Berdasarkan survei nasional tentang daya tangkal masyarakat terhadap radikalisme dan terorisme yang dilaksanakan oleh BNPT tahun 2017 - 2018, dengan skor 42,58 dari rentang 0 - 100 atau kategori sedang.
Sementara data penanganan konten radikalisme dan terorisme dari Kementerian Kominfo tahun 2017 sampai dengan Maret 2019 sudah berjumlah 13.032 konten.
Selanjutnya, hasil survei nasional tentang daya tangkal masyarakat terhadap radikalisme dan terorisme yang dilaksanakan BNPT tahun 2019, pengguna media sosial dalam mencari informasi mengenai agama termasuk tinggi dengan skor 39,89, dalam internalisasi kearifan lokal termasuk pemahaman agama.
"Pengguna media sosial yang tinggi merupakan tantangan karena menjadi media efektif penyebaran konten radikal. Di satu sisi menjadi peluang emas untuk intensifikasi penyebaran konten kontra-radikal," sebut dia.
Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Sulteng Muhd Nur Sangadji menilai idealnya kehadiran internet dan media sosial menjadi salah satu jendela informasi yang dapat memberikan pencerahan, sehingga berdampak pada penguatan persatuan dan kesatuan.
Namun, belakangan ini, informasi yang bernuansa provokatif, kebencian, memancing emosi dan amarah serta mempropagandakan antara negara dan agama sangat banyak tersebar lewat perangkat-perangkat media sosial.
Penyebaran informasi tersebut dilakukan oleh oknum dan kelompok-kelompok tertentu, dengan maksud dan tujuan tertentu yang tidak lepas dari faham yang mereka anut," ujar dia.
Olehnya, ia berharap dengan adanya literasi informasi dapat menjadi satu penguatan untuk peningkatan kapasitas, dalam pencegahan penyebaran faham dan gerakan intoleransi, radikalisme dan terorisme lewat media sosial.
Pewarta: Muhammad Hajiji
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2022