Tangerang Selatan (ANTARA News) - Markas Besar Kepolisian RI meminta pers harus memegang teguh kode etik jurnalistik karena masih banyak pemberitaan pers yang tidak akurat dan merugikan masyarakat.
"Pers harus menyajikan berita yang akurat karena terkait dengan pembentukan opini publik," kata Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Saud Usman Nasution ketika menghadiri seminar nasional bertema "Globalisasi Media Massa dalam Rangka Mengawal Demokrasi setelah Reformasi" di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Ciputat, Tangerang Selatan, Selasa (20/12).
Saud meminta pers harus mengonfirmasi terlebih dahulu kepada kepolisian terkait dengan berita-berita yang mengandung unsur sensitif, kriminal, dan sara sehingga kepolisian bisa memberikan data yang akurat dan masyarakat mendapatkan informasi yang benar, terutama masyarakat yang tinggal di daerah yang rawan konflik.
"Dikonfirmasikan terlebih dahulu kepada kami (polisi), nanti kami siapkan data-datanya. Harapannya, berita itu akurat dan tidak ada yang terprovokasi," katanya.
Kepolisian RI mengkritisi pers yang masih menayangkan berita yang mengandung unsur kekerasan di TV.
Hal senada diutarakan oleh General Manager Multimedia Perum LKBN ANTARA Adi Lazuardi, Adi mengkritisi setasiun televisi yang menayangkan berita kekerasan seperti kerusuhan makam Mbah Priok antara Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan warga setempat.
"Tayangan televisi menayangkan kasus kekerasan Mbah Priok dari awal hingga akhir. Media barat tidak akan menayangkan berita kekerasan secara menyeluruh," katanya.
Karena itu, Adi mengusulkan, Kementerian Komunikasi dan Informasi (Menkoinfo) harus sering menggelar dialog dengan perusahaan media, baik media TV, cetak, maupun elektronik terkait dengan kualitas berita. Ia melihat orang tua memiliki andil besar dalam mengawasi tayangan televisi yang ditonton anaknya di rumah.
"Anak saya di rumah selalu menonton National Geographic dan Discovery Channel," katanya. (adm)
Pewarta: Adam Rizallulhaq
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2011