Padang (ANTARA News) - Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat, sepanjang 2011 terdapat 45 orang terdakwa kasus korupsi divonis bebas di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Tanah Air. Paling banyak di Surabaya dan paling sedikit di Semarang.
"Dari 45 terdakwa kasus korupsi tersebut, 25 di Pengadilan Tipikor Surabaya, 15 orang di Pengadilan Tipikor Samarinda, empat di Pengadilan Tipikor Bandung dan satu orang lainnya di Pengadilan Tipikor Semarang," kata peneliti hukum ICW Donal Fariz di Padang, Selasa.
Ia mengemukakan hal itu kepada wartawan dalam jumpa pers bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang dan Pusat Studi AntarKomunitas.
Menurut Donal, pembentukan Pengadilan Tipikor di daerah ternyata menimbulkan persoalan baru dalam penegakan hukum dan pemberantasan korupsi dengan cukup banyak terdakwa kasus korupsi yang dibebaskan.
Pada awalnya masyarakat banyak berharap terhadap kinerja Pengadilan Tipikor di daerah, ternyata belakangan pengadilan tersebut seolah telah berubah menjadi pengadilan konvensional yang sering memberikan vonis bebas kepada pelaku tindak pidana korupsi, kata dia.
Menurut dia, salah satu fenomena bebasnya terdakwa korupsi yang cukup menarik perhatian publik yaitu kasus Gubernur Bengkulu Agusrin M Najamuddin yang dijatuhkan vonis bebas oleh majelis hakim.
Pada 24 Mei 2011 Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang dipimpin hakim Syafruddin memberikan vonis bebas karena dinilai tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana surat dakwaan penuntut umum.
Putusan bebas tersebut membuahkan kekecewaan publik, bahkan ada dugaan terjadi praktik mafia hukum dengan indikasi hakim Syafruddin tertangkap tangan oleh KPK atas dugaan menerima suap, kata dia.
Selain itu itu, masih menurut Donal, berbagai pendapat, komentar dan desakan pengusutan terhadap putusan bebas tersebut menguat di publik.
Ia menambahkan, seharusnya kinerja Pengadilan Tipikor yang pada awalnya hanya dibentuk di pusat dapat ditularkan secara positif ke daerah-daerah di seluruh Indonesia, agar memberikan efek jera kepada pelaku korupsi. (KR-IWY)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011