Makassar (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (Ditjen PT) bersama Global Environment Facility (GEF) 6 Coastal Fisheries Initiative (CFI) menyosialisasikan sasi label di Makassar, Sulawesi Selatan. Serupa dengan ecolabelling lainnya, sasi label dimaksudkan sebagai upaya mendukung kebijakan perikanan tangkap yang berkelanjutan.


Menurut Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan Ditjen PT, Ridwan Mulyana, sasi label merupakan kearifan lokal berbasis adat yang berperan untuk keberlanjutan sumber daya ikan. Praktik sasi dalam perlindungan sumber daya alam pesisir mampu melahirkan semangat konservasi masyarakat adat menjaga dan melestarikan sumber daya ikan dan ekosistemnya.


ANTARA/KKP


“Sasi melahirkan para pegiat lingkungan hidup yang menyeimbangkan sistem sosial ekonomi ekologi dan budaya yang harmonis, visioner dan egaliter. Ini sejalan dengan kebijakan penangkapan ikan terukur untuk menyeimbangkan ekologi dan juga ekonomi,” ujarnya.


Sasi mengatur masyarakat pesisir untuk tidak mengambil hasil laut yang ditentukan di suatu wilayah adat dalam jangka waktu tertentu hingga ritual pembukaan sasi tiba. KKP bersama GEF 6 CFI dalam sosialisasi tersebut juga mendorong sasi label sebagai sebuah sertifikasi lingkungan bisa memberikan nilai tambah ekonomi bagi komoditas dan produk keluaran dari kawasan sasi.


ANTARA/KKP


“Dengan ada sasi label akan tersedia produk perikanan yang telah memenuhi ketentuan perikanan berbasis ekosistem dan juga kriteria sosial tertentu. Secara tidak langsung, akan menstimulasi inovasi produk perikanan yang berkelanjutan, sehat dan menciptakan rantai nilai melalui satu skema proses produksi yang baru,” paparnya.


Projet Manager Unit (PMU) GEF 6 Adipati dalam paparannya menjelaskan rebranding sasi label sangat diperlukan untuk menciptakan kepercayaan dan impresi baru terhadap produk perikanan yang terlindungi oleh kegiatan sasi. Produk perikanan di kampung pesisir saat ini belum dilihat sebagai produk yang berbeda dengan produk sejenis, walaupun dihasilkan dari wilayah perlindungan ekosistem yang sangat baik.


Sasi dikenal luas di kawasan Indonesia Timur terutama di Maluku dan Papua Barat. Penggunaan istilah sasi di beberapa daerah berbeda seperti Yot di Kei Besar dan Yutut di Kei Kecil, Kabupaten Maluku Tenggara, Kadup atau Sabora di Kabupaten Teluk Wondama.


Kepala Bidang Perikanan Tangkap Provinsi Maluku Ali Tualeka menyampaikan sasi di Maluku tersebar luas telah lama dipraktikkan sebelum Indonesia merdeka. Sasi menjadi kekuatan hukum adat yang mengikat warganya, sehingga kepatuhan tersebut mampu menjaga sumber daya laut dan ekosistemnya.


Senada dengan hal tersebut Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat Agustinus menambahkan sasi di wilayahnya seperti di Kampung Sumbokoro dan Menarbu mampu menyadarkan masyarakat dari aktivitas penangkapan ikan secara destruktif.


Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Seram Bagian Timur, Maluku Ramli Sibualamo mengapresiasi sosialisasi yang dilakukan KKP bersama GEF 6 CFI. Menurutnya sosialisasi tersebut dapat memudahkan pengembangan sasi yang sedang berjalan maupun proses sasi label ke depannya.


Kegiatan sosialisasi yang dikemas dalam focus group discussion (FGD) pada 18-19 Mei 2022 tersebut diikuti oleh para kepala dinas dan penyuluh perikanan Kabupaten Maluku Tenggara, Kabupaten Seram Bagian Timur dan Kabupaten Teluk Wondama, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku dan Provinsi Papua Barat, Balai POM, Marine Stewardship Council (MSC), WWF Indonesia serta unit kerja terkait lingkup KKP.


Sebelumnya Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan keberlanjutan sumber daya ikan menjadi upaya untuk membuat laut Indonesia sehat yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi rakyat maupun nasional.

Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2022