Dompu, NTB (ANTARA News) - Gunung Tambora di Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat yang merupakan gunung tertinggi di Pulau Sumbawa selalu menjadi tujuan warga di daerah ini, untuk merayakan tahun baru.

Gunung yang pernah meletus dahsyat pada 15 April 1918 itu, saat ini masih ditetapkan oleh Pusat Vulkanologi Mitigasi dan Bencana Geologi (PVMBG) dalam status waspada setelah selama satu bulan lalu naik menjadi siaga, kata Kepala Pemantau Kegunung Apian di Desa Doro Peti Kecamatan Pekat, Abdul Haris, Minggu.

Dia mengingatkan warga yang selalu merayakan tahun baru di Tambora, untuk tetap hati-hati. "Statusnya sih masih waspada, tapi hal yang membahayakan seperti asap belerang dan gas beracun tidak ada. Asal hati-hati, saya jamin selamat kok," katanya.

Ia menambahkan, dari catatan Seismograf sejak dua bulan terakhir atau paska diturunkan statusnya dari siaga level III ke Waspada level II, tidak tercatat adanya gempa tektonik baik dangkal maupun dalam.

Namun yang perlu diwaspadai oleh pendaki, Gunung Tambora sejak berupa status tersebut kabutnya semakin tebal. Apalagi saat ini didaerah ini hujan mulai melanda.

"Jika sebelumnya pendaki harus turun dan menginap di pos tiga pada pukul 13.00 WITA, kini pukul 10.00 WITA harus sudah turun," katanya.

Gunung Tambora yang memiliki gugusan Kaldera diameter kurang lebih sekitar lima kilo meter itu, memiliki tanah bibir kawah yang labil.

Sementara, kondisi kabut tebal yang menyelimuti puncak Tambora sekitar pukul 11.00 WITA menyebabkan pendaki tidak bisa melihat.

"Jarak pandangnya hanya satu meter saja, sehingga ditakutkan pendaki akan terperosok masuk ke kawah Tambora," katanya.

Gunung Tambora yang berada diantara dua Kabupaten Dompu dan Bima ini, setiap tahunnya selalu menjadi kunjungan wisatawan baik mancanegara maupun lokal.

Bahkan, saat gunung tersebut ditetapkan statusnya siaga, beberapa wisatawan asal Australia berhasil selamat mendaki gunung tersebut.

Selain bisa menikmati terbitnya matahari dari atas puncak Gunung Tambora, pendaki bisanya bisa menikmati suasana alam yang masih banyak dihuni rusa tersebut.
(ANT-232/Y008)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011