Yogyakarta (ANTARA News) - Indonesia perlu mengukuhkan strategi kebudayaan untuk kedaulatan bangsa sebagai alternatif menangkal efek radikal reformasi yang parsial, kata pakar hukum dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Sudjito.
"Hal itu diperlukan karena reformasi selama ini berjalan semu dan tidak mampu memberikan jawaban pada kekecewaan rakyat," katanya di Yogyakarta, Kamis.
Menurut dia, Indonesia kini mengalami krisis multidimensional seperti ditandai dengan korupsi yang merajalela tanpa pernah ada strategi solusi yang jelas dan menjanjikan.
Oleh karena itu, kata dia, diperlukan sebuah konsep pemikiran dasar dan "platform" yang terintegrasi sebagai petunjuk dan pedoman perjalanan menuju Indonesia masa depan. Konsep pemikiran itu berupa penguatan strategi kebudayaan.
"Hasil pemikiran tersebut merupakan alternatif menangkal efek radikal reformasi yang selama ini berjalan semu," kata Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) itu.
Ia mengatakan, UGM melihat strategi kebudayaan pelestarian nilai luhur berdasarkan Pancasila perlu diwariskan kepada generasi mendatang, yakni peserta didik.
"Kita diharapkan bisa memilih strategi kebudayaan untuk menyaring sekaligus mengendalikan nilai asing yang tidak cocok dengan budaya Indonesia yang adiluhung," katanya.
Menurut dia, dalam penerapan strategi kebudayaan tersebut diperlukan keberanian untuk melakukan dekonstruksi berbagai aturan dan norma serta rekonstruksi nilai norma perilaku.
"Strategi itu diharapkan bisa konsisten dengan berbasis nilai luhur kolektivitas kebersamaan yang ada pada peradaban nusantara," kata Sudjito.
Berkaitan dengan hal itu, kata dia, Keluarga Alumni Gadjah Mada (Kagama) akan menyelenggarakan seminar "Mengukuhkan Strategi Kebudayaan Nusantara untuk Kedaulatan Bangsa", di Grha Sabha Pramana (GSP) UGM Yogyakarta, 16-17 Desember 2011.
Ia mengatakan, seminar itu akan banyak membahas strategi kebudayaan melalui pelestarian nilai luhur berdasarkan Pancasila.
"Seminar tersebut akan dihadirkan beberapa pembicara, di antaranya Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X, Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, Wakil Ketua MPR Hajriyanto Y Thohari, Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bidang Kebudayaan Wiendu Nuryanti, dan mantan Mensesneg Bondan Gunawan," katanya.
(L.B015*H010/Y008)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011