Jakarta, (ANTARA News) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh mengatakan, rencana Departemen Kehutanan untuk mempercepat pengaktifan kembali pemanfaatan sejumlah Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPH-TI) di Aceh justru akan mengakibatkan bencana longsor, banjir, dan kerusakan hutan."Dari hasil analisis dokumen dan investigasi lapangan yang dilakukan Walhi Aceh terhadap kinerja pemegang HPH dan HPH-TI, terbukti telah menimbulkan kerusakan ekologis yang sangat parah pada sejumlah kabupaten di Aceh," kata Direktur Eksekutif Walhi Aceh, Cut Hildon di Jakarta, Selasa (28/2).Menurut Hildon, pemberian izin bukan didasarkan pada studi dan analisis yang kuat , tapi hanya berdasarkan hasil lobi pengusaha kayu kepada Dinas Kehutanan Provinsi dan Menteri Kehutanan di Jakarta.Bahkan, lanjut dia, pemanfaatan kembali izin-izin tersebut telah menyebabkan kehancuran hutan, bencana longsor, dan banjir sejak 2000- Desember 2005 mencapai 1.029 kali, dan sebagian besar berada di dalam dan sekitar hulu dan hilir HPH dan HPH-TI serta menyebabkan bencana ekologis yang berkepanjangan.Dikatakan dia, selama Operasi Hutan Lestari (OHL) kasus illegal logging yang terjadi dari Januari-Desember 2005 tercatat sebanyak 33.249,25 M3 kayu, dan terjadi hampir di seluruh wilayah kabupaten di Provinsi NAD. "Sebanyak kurang lebih 20.000 M3 kayu masih berada di sejumlah lokasi illegal logging, meskipun sudah dipublikasikan melalui media massa, tetapi tetap dibiarkan oleh pihak penegak hukum," ujarnya.Walhi menilai proses penyidikan di Kepolisian, kejaksaan hingga pengadilan untuk pelaku kejahatan pembalakan liar atau illegal logging, tidak menunjukkan indikator yang konkret terhadap kinerja mereka untuk memberantas illegal logging."Contohnya kasus illegal logging yang terjadi di Kutacane, Kabupaten Aceh Tenggara. Praktik illegal logging tersebut dilakukan atau diback-up oleh pejabat publik, tidak ada monitoring dan kontrol publik atas penegakan hukum di Kutacane dan pelakunya bebas berkeliaran.Terkait berbagai kasus pengrusakan hutan Aceh, Walhi meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Menteri Kehutanan MS Kaban sampai kepada Dinas Kehutanan Provinsi NAD untuk menghentikan upaya-upaya pemberian izin bagi HPH, HPH-TI dan HGU yang dinilai telah bobrok dan tidak bertanggung jawab selama ini di AcehSelain itu Walhi juga meminta Gubernur Provinsi NAD Mustafa Abubakar , Kepala Dinas Kehutanan Provinsi, DPRD NAD, Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) untuk mengeluarkan sebuah Surat Keputusan Kebijakan Politik pemerintah tentang Penyelamatan hutan Aceh secara tertulis dan menghentikan segala upaya ekspolitasi hutan Aceh.(*)

Copyright © ANTARA 2006