Rumbia, Sultra (ANTARA News) - Bahasa Moronene, salah satu unsur budaya etnis Moronene di Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara, terancam punah dalam masa 15 tahun hingga 25 tahun mendatang.
"Masyarakat pendukung yang aktif berbahasa daerah Moronene saat ini hanya golongan orang tua berusia di atas umur 50 tahun, sedangkan generasi muda telah bergeser menggunakan Bahasa Indonesia," kata Salah seorang Mahasiswi Strata 3 Universitas Negeri Jakarta, Yus Rambe, di Rumbia, Kamis.
Yus yang sedang meneliti tentang upaya mempertahankan Bahasa Moronene, mengatakan, salah satu akibat hilangnya budaya suatu suku, adalah terjadinya pergeseran bahasa yang terjadi di kalangan masyarakat pendukungnya.
"Saat ini masyarakat pendukung bahasa Daerah Moronene diperkirakan tersisa sekitar 25 persen, sedangkan 75 persennya terdiri dari kalangan yang berumur 25 sampai dengan 50 tahun," katanya.
Menurut Yus, ancaman kepunahan bahasa daerah tidak hanya dialami oleh Suku Moronene, tetapi juga ratusan etnis lainnya di Indonesia.
"Suku Moronene berada diurutan ke 115, setelah Etnis Loloan di Bali, yang terancam punah budayanya akibat pergeseran bahasa," katanya.
Zainuddin Tahyas, salah seorang tokoh budaya Moronene yang dihubungi terpisah, membenarkan adanya ancaman kepunahan bahasa daerah tersebut.
"Inilah kekhawatiran terbesar yang sedang dihadapi oleh mayoritas etnis Moronene di Bombana, yang belum diantisipasi baik dari kalangan masyarakat pendukung budaya itu sendiri maupun pemerintah," katanya.
Menurut Zainuddin, langkah untuk mengantisipasi ancaman kepunahan tersebut, yaitu Pemerintah Kabupaten Bombana membuat aturan daerah untuk menjadikan Bahasa Moronene sebagai salah satu mata pelajaran muatan lokal di tiap jenjang pendidikan.
"Pemkab Bombana juga membuat suatu aturan untuk mewajibkan penggunaan bahasa di instansi pemerintahan, pada hari-hari tertentu," katanya. (ANT-310)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011