"Indonesia memiliki ribuan naskah kuno Nusantara. Namun, saat ini tercatat baru delapan warisan dokumenter yang masuk MoW yang ditetapkan oleh UNESCO, " ujar Wardiman di Jakarta, Kamis.
Oleh karena itu, dia mendorong Perpusnas untuk mendukung usulan naskah kuno Nusantara tersebut ke UNESCO. Penetapan naskah kuno Nusantara sebagai MoW, merupakan pengakuan dari dunia bahwa karya intelektual nenek moyang bangsa, layak untuk dikenang. Dia menyebut, Jerman sudah memiliki 80 warisan dokumenter yang ditetapkan sebagai MoW.
“Salah satu kriteria UNESCO adalah menghormati, mengenang tentang kepandaian daripada nenek moyang kita di seluruh dunia. Karena MoW itu seluruh dunia. Jadi, kita harus mengajukan naskah kita untuk bisa diterima sebagai warisan dunia, pengakuan daripada local genius daripada nenek moyang kita,” kata dia.
Baca juga: Sastra kuno Naskah Hikayat Aceh diusulkan jadi nominasi Memori Dunia
Menteri Pendidikan pada 1993-1998 tersebut menambahkan, usulan naskah kuno Nusantara untuk masuk MoW membuat sejarah bangsa lebih dikenal masyarakat, khususnya generasi muda.
“Karena di dalam syarat UNESCO adalah setiap naskah itu harus open access, harus terbuka, kalau bisa digitalisasi. Sehingga orang jauh di Amerika, jauh di Eropa, jauh di Jepang, bisa membaca,” kata dia lagi.
Dia mengakui minimnya pengakuan naskah kuno Nusantara tersebut dikarenakan sedikitnya peneliti Indonesia dalam menyusun naskah akademik.
“Naskah itu harus diteliti kembali agar sesuai dengan apa yang diminta oleh UNESCO."
Selain itu, naskah kuno yang diusulkan harus tersimpan dengan baik dan naskahnya masih asli. Hal itu menjadi kesulitan di Indonesia karena iklimnya tropis dan faktor bencana alam sehingga naskah terancam punah.
“Sehingga untuk Indonesia, syarat daripada Unesco itu sangat berat karena kita harus menjaga naskah-naskah yang kita usulkan itu agar betul,” tambah dia.
Pustakawan ahli utama Perpusnas, Sri Sumekar, menyatakan sebelum masuk MoW, warisan dokumenter bangsa harus diakui terlebih dulu secara nasional atau dalam Ingatan Kolektif Nasional (IKON).
IKON merupakan program yang dikoordinir oleh Perpusnas dalam rangka pelaksanaan inventarisasi, pencatatan, pendataan, dan pendaftaran/registrasi warisan dokumenter budaya bangsa berupa naskah kuno yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia sebagai karya budaya bangsa yang harus diingat oleh seluruh bangsa Indonesia.
Perpusnas ditunjuk sebagai koordinator setelah pencanangan IKON pada 2012 di Manado yang digagas oleh tujuh kementerian/lembaga. Mantan Sekretaris Utama Perpusnas tersebut menyebut, naskah kuno yang sudah lulus uji akan mendapat register IKON dan selanjutnya dapat diusulkan untuk nominasi MoW.
Naskah kuno yang diusulkan, sesuai dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007, merupakan dokumen tertulis yang tidak dicetak atau tidak diperbanyak dengan cara lain, baik yang berada di dalam negeri maupun luar negeri yang berumur sekurangnya 50 tahun. Serta mempunyai nilai penting bagi kebudayaan nasional, sejarah, dan ilmu pengetahuan.
Dengan adanya IKON, diharapkan dapat mengajarkan pelestarian warisan dokumenter bangsa Indonesia dan penyelamatan aset dokumen nasional dari kepunahan. Selain dilestarikan, warisan bangsa ini dialihmediakan dalam bentuk digital, sehingga masyarakat dapat mengaksesnya secara mudah.
Berdasarkan data Chambert-Loir dan Oman Fathurahman, tercatat sebanyak 58.947 naskah kuno Nusantara tersebar di dalam dan luar negeri. Untuk itu, dia mengimbau kepada para pemilik naskah serta dinas kearsipan dan perpustakaan di seluruh Indonesia untuk mengajukan naskah kuno yang dimiliki sebagai register IKON.
Tercatat, sejak 2003 hingga 2017, sebanyak delapan warisan dokumenter Indonesia ditetapkan sebagai Memori Ingatan Dunia yakni Arsip VOC (2003), I La Galigo (2011), Babad Diponegoro (2013), Negarakertagama (2013), Arsip Konferensi Asia-Afrika (2015), Cerita Rakyat Panji (2017), Arsip Rekonstruksi Candi Borobudur (2017), dan Arsip Tsunami (2017).*
Baca juga: Menelisik budaya Lampung dari manuskrip kuno
Pewarta: Indriani
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2022