Jakarta (ANTARA News) - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai bahwa investasi di bidang teknologi informasi (TI) di Indonesia saat ini masih tergolong rendah dan kalah dari negeri jiran Malaysia.

"Jadi tidak mengherankan jika ketergantungan impor barang elektronik dari Malaysia cukup tinggi, seperti halnya alat komunikasi jenis BlackBerry," kata Ketua Kadin Suryo Bambang Sulisto saat ditemui di kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta, Rabu.

"Kenapa Blackberry memilih Malaysia, jelas mereka lebih siap dari segi infrastruktur jika dibandingkan dengan Indonesia. Jadi tidak heran Malaysia yang lebih dipilih untuk berinvestasi," kata Suryo.

Ia juga berpendapat terkait dengan persoalan rendahnya investasi di bidang TI di Tanah Air. Menurut Suryo, ada hal-hal dalam hal birokrasi yang harus segera diperbaiki. Jadi, jika ingin memajukan investasi di bidang TI, pemerintah harus mengubah pola-pola yang birokratis tersebut.

"Pasti ada alasan tertentu kenapa mereka (Research In Motion/produsen BlackBerry) lebih memilih Malaysia, mungkin di Indonesia ada hal-hal yang birokratis yang menghambat, sehingga mereka tidak berinvestasi di Indonesia," katanya.

Suryo menambahkan di saat mata dunia sedang tertuju kepada Indonesia, semestinya peluang tersebut harus segera disambar pemerintah Indonesia. Pasalnya selain Indonesia, beberapa negara lain khususnya di kawasan Asia tentu sedang berlomba-lomba untuk menggaet investasi tersebut.

"Dengan adanya krisis di Amerika dan Uni Eropa, Indonesia saya pikir menjadi negara yang paling dinikmati oleh para investor di dunia, bahkan lebih menarik dari China dan India. Bagaimana untuk mendapatkan peluang ini, maka Indonesia harus memikirkan dengan segera jalan keluarnya. Jangan sampai peluang yang sudah di depan mata disambar oleh negara lain," tuturnya.

Untuk diketahui, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, impor dari Malasyia pada September 2011 sebesar 393,5 juta dolar AS, namun pada Oktober impor tersebut naik menjadi 578,4 juta dolar AS.
(T.KR-SSB/B012)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011