"Pentingnya kesadaran bersama untuk membentuk gerakan nasional yang dapat mematahkan segala bentuk ideologi anti-Pancasila, termasuk sikap serta ujaran kebencian, agar jangan mendapatkan tempat di ruang publik," kata Antonius Benny Susetyo atau yang lebih dikenal Romo Benny di Jakarta, Kamis.
Bukan tanpa sebab, hal tersebut dikatakannya sebagai respon atas maraknya ancaman paham intoleransi, ekstremisme dan radikalisme yang kerap kali berusaha menggoyahkan Pancasila sebagai ideologi bangsa yang luhur.
Menurut dia, dibutuhkan gerakan nasional guna mempersempit gerak kelompok intoleran, ekstrem dan radikal agar tidak berkembang lebih jauh.
"Kita harus punya sikap politik yang sama bahwa radikalisme, intoleransi, fanatisme, dan terorisme merupakan musuh kita bersama, karena menghancurkan martabat kemanusiaan, dan mengingkari Pancasila. Jadi dengan mempersempit ruang gerak mereka," ucap pria yang akrab disapa Romo Benny ini.
Pasalnya, dengan sikap politik yang sama maka masyarakat akan cenderung tidak merespon serta tidak mengikuti segala bentuk kampanye maupun tawaran dari kelompok radikal. Namun, justru masyarakat akan cenderung secara aktif mengkampanyekan kehidupan yang aman, damai dan toleran sebagaimana agama menjadi rahmat bangsa bangsa.
"Sehingga paham-paham itu akan hilang dengan sendirinya jika masyarakat tidak merespon dan mengucilkan mereka," tutur Romo Benny.
Baca juga: Peneliti: Harkitnas momentum untuk perkuat sektor riset
Baca juga: Peneliti: Harkitnas harusnya dimaknai dengan kebangkitan intelektual
Ia melanjutkan upaya guna menutup ruang gerak kelompok radikal bukanlah pekerjaan mudah. Benny menilai saat ini generasi muda Indonesia sangat mudah diambil simpati melalui narasi dan kampanye pemutar balik fakta. Dan itu sangat mudah ditemui di setiap sudut dunia maya.
"Mereka (kelompok radikal) membuat kampanye publik untuk kemudian menarik simpati kaum muda yang memang tidak memiliki budaya kritis dan masih labil. Dan narasi mereka lebih banyak di dunia maya sehingga diyakini sebagai kebenaran," jelasnya.
Namun, ia juga menyampaikan optimisme-nya dalam menjadikan peringatan Hari Kebangkitan Nasional ini sebagai momen bangkit untuk melawan radikalisme, intoleransi dan terorisme.
"Saya optimistis, tetapi tetap harus diimbangi dengan secara aktif mengkampanyekan budaya damai, toleransi dan keberagaman. Maka konten di media juga harus banyak menampilkan hal itu. Harus banyak ditampilkan di ruang publik," tegas Romo Benny.
Kedua, lanjutnya, perlu dengan mendorong kebijakan negara yang selalu mengedepankan budaya toleran, persaudaraan melalui Pendidikan Pancasila sebagai penanaman karakter kehidupan berbangsa dan bernegara.
Ketiga, dari sisi masyarakat bisa banyak menginisiatif gerakan seperti gotong royong, yang membangun ikatan persaudaraan sehingga terbangun relasi silaturahmi yang tidak membedakan etnis, suku, ras, agama.
"Jadi merajut ke-Indonesia-an itu lewat perjumpaan yang semakin diaktifkan," ujarnya.
Tidak hanya itu, Romo Benny juga menilai pentingnya peran dari para tokoh agama dan tokoh masyarakat sebagai ujung tombak kehidupan bermasyarakat dan bernegara, melalui penyampaian narasi yang bukan hanya benar, namun juga menyejukkan, narasi kemajemukan, beragama, serta membawa muatan nilai cinta tanah air yang merupakan sebagian dari iman. Dengan begitu, akan terbangun energi positif dimana kekuatan masyarakat bersatu untuk mewujudkan kesejahteraan.
Ia berpesan kepada segenap masyarakat untuk dapat terus membangun kesadaran sebagai bangsa yang besar dan penuh keberagaman serta memahami pentingnya menjaga persatuan, kesatuan dan jiwa solidaritas.
"Kita maknai kembali Hari Kebangkitan Nasional guna memahami pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan serta membangun kesadaran sebagai bangsa yang besar, bangsa yang juga memiliki jiwa patriotisme dan jiwa solidaritas untuk mencapai kesejahteraan," tegas Romo Benny.
Pewarta: Joko Susilo
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2022