"Hukuman tersebut membuktikan keseriusan aparat penegak hukum untuk memberikan sanksi yang berat dan tegas bagi pelaku yang terbukti melakukan tidak pidana korupsi," katanya di Medan, Rabu.
Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta memperberat hukuman Gubernur Sumatera Utara nonaktif Syamsul Arifin menjadi 4 tahun penjara. Sebelumnya, putusan tingkat pertama di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta yang menghukum Syamsul 2 tahun 6 bulan penjara.
Pedastaren mengatakan, melalui tindakan hukum itu diharapkan dapat membuat efek jera bagi seseorang untuk tidak melakukan lagi perbuatan yang salah, melanggar hukum dan merugikan keuangan negara.
Hukuman diperberat yang dikenakan terhadap Syamsul itu, menurut dia, sekaligus dapat menjadi contoh bagi para pejabat, baik bupati, wali kota, kepala dinas, pegawa negeri sipil (PNS) maupun masyarakat yang melakukan korupsi yang merugikan keuangan nagara.
"Sanksi bagi pelaku tindak pidana korupsi itu juga tidak dibeda-bedakan, siapa saja yang memang benar terbukti bersalah dan melanggar hukum, harus diberikan ganjaran oleh pengadilan. Ini juga perlu diingat dan disadari oleh warga Indonesia," kata Kepala Laboratorium Fakultas Hukum USU itu.
Dia mengatakan, putusan yang diterapkan PT DKI Jakarta itu merupakan yang terbaik menurut hakim yang menyidangkan perkara tersebut. Ini juga berdasarkan berbagai pertimbangan hukum yang telah sesuai dengan kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan oleh Syamsul.
"Jadi masyarakat dan segala pihak juga harus dapat menghargai putusan yang dilakukan majelis hakim PT DKI Jakarta, dan tidak bisa dipengaruhi oleh siapa pun juga," kata staf pengajar pada Fakultas Hukum USU tersebut.
Dia mengatakan, dalam memberantas berbagai kasus korupsi yang terus semakin marak di tanah air ini, perlu adanya ketegasan hukum bagi pelaku korupsi atau koruptor yang selama ini sengaja untuk mencari kekayaan pribadi.
"Mereka yang telah dinyatakan terbukti bersalah melakukan perbuatan korupsi itu, dimasukkan saja ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) atau Rumah Tahanan Negara (Rutan) untuk menjalani hukuman," kata Pedastaren.
(ANTARA)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011