"Saya ini suka berinvestasi di saham, saya ini investor. Jadi, kalau saat ini saya ingin investasi, saya akan pilih investasi di Indonesia, karena pertumbuhan di sini tinggi, mata uangnya juga relatif stabil dan yield dari obligasi pemerintah cukup tinggi," kata Fauzi di Jakarta, Selasa.
Ditambahkannya, situasi perekonomian global di Eropa dan Amerika Serikat (AS), tidak hanya memberikan dampak negatif terhadap Indonesia tetapi ada pula dampak positif dari krisis di kedua kawasan tersebut.
Oleh karena itu, Indonesia harus mampu memanfaatkan momentum krisis yang terjadi di Amerika Serikat dan Eropa dengan mengalirkan arus dana masuk kepada sektor riil.
Ia menjelaskan, apa yang terjadi di Eropa dan AS mengakibatkan suku bunga akan tetap rendah dalam satu atau dua tahun mendatang, di kedua kawasan tersebut. Artinya, para investor tentu akan berpikir ulang untuk berinvestasi di kawasan Eropa maupun AS.
"Akibatnya, ada dana yang menganggur tidak terserap, dana-dana itu akan masuk ke negara seperti Indonesia," katanya.
Ia memaparkan, potensi Indonesia sebagai negara tujuan investasi saat ini cukup besar akibat dari adanya perlambatan ekonomi yang dialami negara-negara maju. Perlambatan ekonomi ini menyebabkan banyak dana di negara-negara maju yang tidak terserap di sektor riil mereka.
"Dana yang tidak terserap di sektor riil mereka itu akan masuk kepada negara yang memiliki suku bunga tinggi, mata uang stabil dan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dari Eropa dan AS," ujarnya.
Menurutnya, ada dua negara yang memenuhi syarat tersebut yaitu Indonesia dan Brasil. Masalahnya, Brasil tidak suka "hot money", dan mereka menerapkan pajak enam persen bagi investor yang mau membeli obligasi mereka.
Dengan demikian, dana-dana tersebut bisa masuk ke Indonesia karena potensi Indonesia untuk meningkatkan investasi dan angka pertumbuhan ekonomi juga sangat besar.
Namun, ia meminta agar arus dana yang masuk dari negara-negara maju tersebut dapat pula disalurkan ke sektor riil di Indonesia. Arus dana yang masuk itu jangan hanya terserap di instrumen obligasi karena dapat menimbulkan risiko baru.
"Penyerapan arus dana yang masuk itu jangan hanya di instrumen SBI, SUN dan saham karena bisa menimbulkan risiko baru, karenanya harus juga terserap di sektor riil," katanya. (ANT-135/A026)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011