... Namun jika krisis itu menyerang China dan Jepang maka ada indikasi Indonesia akan terkena...
Depok (ANTARA News) - Krisis ekonomi yang menggoyah negara Amerika Serikat dan Uni Eropa harus segera diantisipasi atau dicegah oleh pemerintah Indonesia, walaupun dampak krisis itu belum terasa signifikan di Indonesia.
Hal itu dikatakan Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Prof. Firmanzah PhD ketika menggelar jumpa pers dalam seminar "Indikator Ekonomi Baru untuk Perbaikan Kebijakan Publik dan Outlook Ekonomi 2012" di Kampus Universitas Indonesia, Depok, Selasa.
"Namanya krisis, ya harus diatasi. Namun jika krisis itu menyerang China dan Jepang maka ada indikasi Indonesia akan terkena," katanya.
Kedua negara itu, terutama Jepang, menjadi mitra dagang dan investasi terpenting Indonesia. Jepang menyumbang 16 persen investasi luar negeri nasional selain nilai perdagangan bilateral atau menggunakan perjanjian tripartit.
Upaya penyelamatan zona euro mengalami hambatan cukup serius setelah Inggris menolak mematuhi kesepakatan Traktat Lisabon walaupun sama-sama negara Uni Eropa.
Traktat Lisabon mensyaratkan hal sangat fundamental, yaitu defisit anggaran berjalan tidak boleh lebih dari tiga persen PDB masing-masing negara penandatangannya.
Dalam hal ini, Inggris yang masih memakai mata uang poundsterling, berkeras tidak mau. Padahal satu sebab penting krisis Eropa mengkristal dan berlarut-larut adalah defisit anggaran berjalan itu.
Menyinggung kenyataan itu, dosen UI Dr Telisa Aulia Falianty, mengatakan, "Inggris memang eksklusif dari dulu. Inggris memiliki budaya kebanggaan diri yang tinggi."
Fundamental ekonomi Inggris yang sudah kuat ditambah garisan sikap mereka yang lebih dulu mementingkan masalah dalam negeri secara individual menjadi kontributor utamanya.
"Inggris adalah Uni Eropa tapi buka zona euro zone," katanya. (adm)
Pewarta: Adam Rizal
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2011