Jakarta (ANTARA News) - Menteri Luar Negeri Australia, Alexander Downer, mengatakan bahwa Pemerintah Australia belum dapat memastikan hasil dari permintaan suaka dari 43 warga Papua ke Australia. "Masih dalam proses penyaringan screening, saya belum dapat memastikan berapa lama proses yang harus dilalui oleh 43 orang itu, karena Australia memiliki proses hukum tertentu mengenai pengungsi," kata Downer, sebelum menjadi pembicara kunci di seminar internasional tentang pencegahan kejahatan yang diselenggarakan Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia (LCKI) di Hotel Mulia, Jakarta, Senin. Dia juga meminta, agar masyarakat Indonesia memahami bahwa Australia memiliki hukum domestik untuk semua orang yang meminta suaka ke Australia, yang tentu saja tidak bertentangan dengan Konvensi PBB tahun 1951 tentang pengungsi. "Saya belum dapat memastikan apa keputusan atas 43 orang tersebut, karena prosesnya masih panjang. Tetapi, Australia tetap pada komitmen untuk mendukung kebijakan yang diambil Presiden Yudhoyono, termasuk pada kasus Papua," katanya. Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa setiap tahunnya ada ribuan orang yang mengajukan permohonan untuk menjadi warga negara Australia. "Setiap tahunnya ada orang-orang yang permohonannya untuk menjadi warga negara Australia diterima, dari berbagai latar belakang agama, warga negara dan pendidikan, termasuk yang berasal dari Asia Tenggara, asalkan memenuhi syarat yang ada, karena Australia memiliki peraturan keimigrasian," katanya. Hal senada juga dikemukakan oleh Menlu Hassan Wirajuda yang ditemui seusai acara makan pagi dengan Alexander Downer. "Menlu Downer mengatakan bahwa hukum domestik Australia memerlukan waktu. Jadi, agak bertele-tele, karena kalau pun proses itu tidak memuaskan pencari suaka, maka ada proses banding pada berbagai tingkatan di Australia. Dengan kata lain, proses yang cukup memakan waktu, karena itu dalam pertemuan tadi juga kepada saya disampaikan untuk kita mengantisipasi proses yang bisa jadi lama," katanya. Saat ditanya mengenai permintaan Indonesia atas akses konsuler, Hassan mengatakan bahwa sebetulnya akses yang terbatas sudah diberikan, yaitu pembicaraan antara dua warga asal Papua yang ingin bicara, dan memang sudah bicara melalui telpon. "Tetapi, karena pembicaraan telepon tidak begitu memuaskan, jadi kita sedang mencoba lagi apakah peluang untuk akses langsung dimungkinkan. Ada keterbukaan Pemerintah Australia," katanya. Sementara itu, Juru Bicara Departemen Luar Negeri (Deplu) Desra Percaya, mengatakan bahwa ada dua kemungkinan yang dapat terjadi pada 43 Papua tersebut, yaitu permohonan suakanya diterima atau ditolak. Kalau diterima sebagai suaka politik, kata dia, maka akan ada pemberian visa berupa protection visa untuk tiga tahun yang setelah 2,5 tahun akan dikaji ulang. "Sedangkan, jika ditolak, maka akan ada beberapa tahap yang memang akan panjang sekali, magistrate, federal court, high court, yang bisa berlangsung tahunan," katanya. Saat ini 43 warga Papua pencari suaka itu masih berada pusat penahanan imigrasi di Pulau Natal (Christmas Island) berstatus sebagai tahanan, namun mereka diijinkan untuk tinggal sementara di dalam masyarakat pulau tersebut. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006