"Pertanian dan perdagangan, porsi ini harus kita jaga."
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan (JPNN), Agus Martowardojo, mengatakan bahwa percepatan pembenahan dan pembangunan sarana infrastruktur dapat mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 6,5 persen hingga 6,7 persen pada 2012.
"Kalau seandainya kita bisa betul-betul membuati UU pembebasan lahan dan upaya untuk memperbaiki infrastruktur, kita optimis untuk mencapai angka di budget 6,7 persen," ujarnya saat ditemui dalam acara CEO Forum di Jakarta, Senin.
Untuk itu, Menkeu mengemukakan pemerintah akan terus mengundang pihak swasta asing maupun domestik untuk ikut berperan dalam pembangunan sarana infrastruktur di Indonesia melalui skema Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS).
Menkeu mengharapkan, pembangunan sarana infratruktur yang telah tercantum dalam Masterplan Percepatan Pembangunan dan Perluasan Ekonomi Indonesia (MP3EI) juga dapat memberikan stabilitas dalam pertumbuhan ekonomi di tengah gejolak ekonomi global.
"Belanja infrastruktur hanya sebesar 30 hingga 40 persen dalam APBN. Meski jumlahnya meningkat, tapi belum bisa seperti yang diharapkan. Untuk itu, kita ingin meningkatkan program KPS yang walau sudah berjalan tujuh tahun, tapi kemajuannya belum cepat," ujarnya.
Menkeu menjelaskan, kondisi gejolak ekonomi yang terjadi di Eropa tidak dapat diremehkan, namun Indonesia harus terus melakukan ekspansi di tengah harga komoditas dunia yang menguntungkan dan penguatan permintaan domestik.
Untuk itu, lanjut Menkeu, pemerintah juga akan terus menjaga stabilitas makro serta mengembangkan sektor tertentu seperti manufaktur, pertanian, investasi, dan perdagangan ekspor agar perekonomian Indonesia terus tumbuh.
Apalagi, menurut Menkeu, peran stimulus fiskal atau dana bantalan dalam APBN untuk mendorong pertumbuhan ekonomi hanya sebesar 12 persen dari total komponen keseluruhan PDB.
"Kita mengharapkan manufaktur lebih baik, industri dalam negeri harus kita upayakan. Pertanian dan perdagangan, porsi ini harus kita jaga. Itu harus diperhatikan agar pertumbuhan ekonomi seperti yang kita rencanakan," katanya.
Terkait asumsi yang telah ditetapkan APBN 2012, Menkeu mengatakan, angka-angka tersebut masih sesuai dengan perkiraan pemerintah dan kondisi perekonomian secara keseluruhan.
Namun, ia mengingatkan, dampak tidak langsung dari ICP harga minyak dunia pada tahun depan yang diperkirakan mencapai rata-rata sebesar 110 dolar AS per barel, padahal pemerintah menetapkan asumsi 90 dolar per barel.
Bergejolaknya harga minyak tersebut secara tidak langsung dapat mempengaruhi penerimaan dan pengeluaran belanja negara, sehingga berpotensi mengubah defisit anggaran yang telah ditetapkan sebesar 1,53 persen.
"Kondisi APBN 2012 patut diwaspadai terus kalau seandainya dalam waktu dekat tidak ada penurunan harga minyak. Jika kita tidak bisa mengejar kompensasi dari penerimaan gas atau negara yang lain, maka tentu kita mengajukan revisi UU APBN," demikian Agus Martowardojo,
(T.S034/A027)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2011