Ini juga yang menjadi latar belakang BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) meminta banyak investasi yang menyasar ekonomi kecil, walaupun produktivitasnya rendah tapi potensi pertumbuhannya sangat tinggi
Jakarta (ANTARA) - Ekonom makroekonomi dan pasar keuangan dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis (LPEM FEB) Universitas Indonesia Teuku Riefky menilai pembinaan UMKM oleh korporasi sangat dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
"Ini juga yang menjadi latar belakang BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) meminta banyak investasi yang menyasar ekonomi kecil, walaupun produktivitasnya rendah tapi potensi pertumbuhannya sangat tinggi," kata ujar Riefky dalam pernyataan di Jakarta, Selasa.
Saat ini, pemberdayaan UMKM melalui partisipasi korporasi atau perusahaan besar menjadi salah satu aspek penting dalam peran Indonesia sebagai Presidensi G20 dan B20 tahun 2022.
Kementerian Investasi/BKPM bahkan memasukkan pentingnya kolaborasi usaha besar dengan UMKM sebagai salah satu diantara tujuh Key Performance Indicator (KPI) lembaga tersebut.
Berdasarkan data BKPM, total nilai kontrak kerja sama antara Penanaman Modal Asing (PMA)/Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dengan UMKM pada tahun 2021 tumbuh 82 persen dibandingkan 2020, menjadi sebesar Rp2,7 triliun.
Jumlah UMKM yang terlibat juga naik signifikan mencapai 99 persen dari 192 pada 2020 menjadi 383 UMKM pada 2021.
"Jadi sangat penting peran korporasi untuk memberdayakan UMKM. Karena korporasi ini yang kemudian bisa melakukan transfer knowledge, capacity building, dan technical improvement untuk UMKM," kata Riefky.
Menurut dia, banyak negara sudah membuktikan dampak positif yang besar dari peran korporasi dalam memberdayakan UMKM sehingga menjadikan sebuah negara yang semula berstatus berkembang menjadi negara maju.
"Negara-negara berkembang yang menjadi negara maju atau mengalami produktivitas yang sangat tinggi, seperti China, Vietnam, mengandalkan sektor manufaktur dan ditopang oleh UMKM-nya," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi IUMKM Indonesia (AKUMANDIRI) Hermawati Setyorinny mengatakan partisipasi korporasi besar sangat penting dalam mengembangkan UMKM agar lebih maju dan berorientasi ekspor.
Oleh karena itu, ia pun mengharapkan momen Indonesia sebagai Presidensi G20 dan B20 bisa menemukan dan mengatasi berbagai pekerjaan rumah yang dialami UMKM supaya bisa teratasi.
Salah satu contoh kolaborasi yang membutuhkan peran korporasi adalah penyediaan bahan baku produksi UMKM agar lebih berkesinambungan dan tidak mengganggu proses produksi.
"Misalnya bahan bakunya kacang. UMKM banyak yang belum siap karena kadang mereka sendiri-sendiri. Kecuali ada satu yang bisa menampung. Akhirnya ada yang mengambil manfaat di jalur itu sebagai trader-nya," ujarnya.
Hermawati juga mendorong pemerintah untuk memberikan insentif yang lebih menarik bagi pelaku usaha besar supaya lebih terdorong melakukan pembinaan dan kolaborasi dengan UMKM.
"Sebenarnya BKPM sudah bikin aturan mewajibkan perusahaan besar untuk bersinergi dengan pelaku UMKM bahkan diberikan reward seperti pengurangan bea atau pajak. Tapi kalau menurut saya, sebagai perusahaan besar dapat diskon pajak atau bea masuk barang misalnya, tidak signifikan untuk memangkas ongkos produksi. Jadi harus ada reward yang berdampak besar dalam hal produksi mereka," katanya.
Sebelumnya, beberapa korporasi besar seperti Sampoerna dan Astra Internasional telah mempunyai program pemberdayaan UMKM dengan memberikan permodalan, pelatihan, pendampingan hingga fasilitas pemasaran.
Baca juga: Pemerintah lanjutkan program penjaminan bagi UMKM dan korporasi
Baca juga: Menkop siapkan model bisnis korporasi petani dan nelayan
Baca juga: KemenkopUKM optimis 30 juta UMKM bakal "go digital" tahun 2024
Pewarta: Satyagraha
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2022