vaksinasi ditambah dengan infeksi membentuk super immunity
Jakarta (ANTARA) - Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengatakan latar belakang transisi Indonesia secara bertahap dari pandemi menuju endemi COVID-19 dipengaruhi latar belakang imunitas masyarakat yang lebih adaptif terhadap varian baru.

"Kenaikan kasus COVID-19 disebabkan adanya varian baru. Penyebab utama lonjakan kasus karena adanya varian baru. Ini jauh menentukan dari adanya acara besar Lebaran dan tahun baru," kata Budi Gunadi Sadikin dalam konferensi pers yang diikuti dari YouTube di Jakarta, Selasa.

Budi mengatakan kenaikan kasus COVID-19 yang saat ini melanda China, Amerika, Taiwan dan Jepang dipicu kemunculan varian BA.2 (Omicron).

Tapi berdasarkan pengamatan di dalam negeri, kata Budi, situasi di Indonesia berbeda sebab tidak terjadi kenaikan kasus terkonfirmasi yang signifikan di dalam negeri karena varian baru SARS-CoV-2 penyebab COVID-19.

"Imunitas masyarakat Indonesia terhadap varian baru sudah lebih baik," katanya.

Baca juga: Presiden: Perjalanan domestik-LN tak perlu PCR jika vaksin lengkap
Baca juga: Kemenkop: Pandemi COVID-19 mendorong transformasi digital UMKM

Menurut Budi hal itu ditunjukkan oleh laporan serosurvei untuk mengukur kadar antibodi masyarakat yang berasal dari vaksinasi COVID-19 program pemerintah maupun imunitas alami yang didapat dari infeksi COVID-19.

Serosurvei yang digelar pada Desember 2021 di Jawa-Bali menunjukkan 93 persen masyarakat setempat sudah memiliki antibodi yang berasal dari vaksinasi, imunitas alami karena infeksi maupun kombinasi keduanya.

Pada serosurvei kedua yang dilaksanakan pada Mei 2022, kadar antibodi masyarakat kembali meningkat dari 93 persen menjadi 99,2 persen. "Ini karena kombinasi percepatan vaksinasi, juga karena penularan Omicron yang lebih tinggi dari Delta sehingga banyak masyarakat kita yang tertular," katanya.

Budi mengatakan situasi itu tidak hanya menyebabkan jumlah populasi masyarakat yang memiliki antibodi lebih banyak, tapi juga kadar antibodinya jauh lebih tinggi.

"Kalau Desember rata-rata titer antibodi dalam orde ratusan sekitar 500-600, tapi begitu di Maret diukur pada populasi yang sama ordenya naik ribuan sekitar 7000-8.000," katanya.

Baca juga: Presiden Jokowi: Masyarakat boleh lepas masker di area terbuka
Baca juga: Epidemiolog UGM: Hepatitis akut tak berhubungan dengan vaksin COVID-19

Budi juga menyebut fenomena super immunity terjadi di Indonesia karena faktor kombinasi dari program vaksinasi pemerintah dan imunitas alami karena infeksi COVID-19.

"Hasil penelitian global menunjukkan vaksinasi ditambah dengan infeksi membentuk super immunity. Jadi kadar antibodinya tinggi dan bertahan lama," katanya.

Dikatakan Budi pemerintah mulai melakukan transisi dari fase pandemi menuju endemi dengan memperbolehkan masyarakat tidak menggunakan masker saat berkegiatan di luar ruangan atau tempat terbuka yang tidak padat orang.

Namun masker tetap dipakai pada kondisi berkegiatan di ruangan tertutup, transportasi publik serta populasi rentan seperti lansia, memiliki penyakit komorbid, ibu hamil, anak yang belum divaksin, dan lainnya.

Masker juga tetap dipakai bagi masyarakat yang bergejala seperti batuk, pilek, demam, dan lainnya.

Selain pelonggaran bermasker, pemerintah juga melonggarkan ketentuan pelaku perjalanan dalam negeri atau luar negeri yang sudah divaksinasi lengkap, tidak perlu melakukan pemeriksaan PCR atau antigen.

Baca juga: Kemenkes: Per Senin 166.273.179 warga sudah divaksin COVID-19 lengkap

Baca juga: Ekonomi China mendingin tajam pada April karena penguncian

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2022