Yogyakarta (ANTARA News) - Mantan Meneg PPN/Kepala Bappenas, Kwik Kian Gie menegaskan bangsa Indonesia akan sulit keluar dari jeratan utang luar negeri, karena pemerintah tidak mau meminta penghapusan utang. "Indonesia akan sangat berat lepas dari jeratan utang, karena pemerintah masih bersikukuh tidak mau minta penghapusan utang," katanya pada diskusi Consultative Group on Indonesia (CGI) : Utang Baru dan Penjajahan Ekonomi, di Yogyakarta, Senin. Menurut dia, pemerintah masih menilai permintaan penghapusan utang sebagai sesuatu yang hina, sehingga tidak mau meminta penghapusan utang. Apalagi, negara maju juga telah menjadikan utang sebagai strategi penguasaan. "Sebenarnya, pemberi utang juga harus bertanggung jawab karena telah memberikan utang dengan tidak benar dan tanpa survei yang jelas tentang kekuatan pengutang dalam membayar," katanya. Ia mengatakan pasca turunnya Presiden Sukarno, yang disebut Amerika Serikat (AS) sebagai hadiah besar, Indonesia langsung dikapling oleh sejumlah pengusaha AS. "Mengutip penelitian yang dilakukan Jeffrey Winters, pada Desember 1969 di Jenewa dilakukan sidang antara pemerintah dengan pemerintah," katanya. Pada waktu itu, pengusaha AS meminta berbagai hal, di antaranya Freeport mendapatkan Papua, bahkan pengusaha AS juga ikut mengusulkan tentang undang-undang penanaman modal asing (PMA). Selain itu, didirikan lembaga IGGI yang bertugas mengucurkan utang ke Indonesia untuk menjadikan Indonesia begitu mudah didikte, karena banyaknya utang, termasuk melakukan privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN). "Kondisi itu masih terus berlangsung, dan saat ini sekitar 100 dari 150 perusahaan akan segera diprivatisasi. Sisanya masih akan ditahan," katanya menegaskan. (*)
Copyright © ANTARA 2006