Program intensifikasi diprioritaskan untuk wilayah yang masih berada di bawah garis kemiskinan atau kebun sawitnya pernah terkena bencana alam
Jakarta (ANTARA) - Bantuan sarana dan prasarana (sarpras) dengan menggunakan dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), yang terdiri atas delapan program, dinilai mampu meningkatkan daya saing dan nilai tambah pekebun sawit.
Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian Dedi Junaedi di Jakarta, Selasa menyatakan delapan kegiatan sarpras perkebunan kelapa sawit yaitu benih, pupuk dan pestisida (ekstensifikasi), pupuk dan pestisida (intensifikasi), alat pascapanen, dan unit pengolahan hasil.
Kemudian, peningkatan jalan dan tata kelola air, alat transportasi, mesin pertanian, infrastruktur pasar, verifikasi teknis (ISPO atau Indonesian Sustainable Palm Oil).
"Masing-masing kegiatan punya persyaratan yang berbeda," kata Dedi dalam keterangannya.
Program ekstensifikasi misalnya sesuai dengan kebijakan Presiden Jokowi yang ingin membangun wilayah perbatasan sebagai halaman muka, maka diprioritaskan di wilayah perbatasan seperti di Kalbar dan Kaltim yang berbatasan langsung dengan Malaysia.
Sedangkan, program intensifikasi diprioritaskan untuk wilayah yang masih berada di bawah garis kemiskinan atau kebun sawitnya pernah terkena bencana alam.
Sementara itu, lanjutnya, untuk pengadaan alat pascapanen dan unit pengolahan hasil, mengingat kondisi pekebun swadaya saat ini kekurangan pendampingan, maka bisa meningkatkan mutu tandan buah segar (TBS) yang dihasilkan.
Dari 16,8 juta ha kebun kelapa sawit, 6,7 juta ha merupakan kebun swadaya. Banyak kebun yang jauh dari PKS, sehingga dengan bantuan unit pengolahan hasil bisa dibangun PKS di sentra-sentra kelapa sawit petani swadaya.
Dedi menyatakan bagi petani yang jalan usaha taninya sering rusak dan kebanjiran misalnya, maka bisa mengajukan peningkatan jalan, begitu juga petani kelapa sawit di lahan gambut yang arealnya sering terendam maka ajukan tata kelola air.
Alat transportasi berupa truk dan alat mesin pertanian berupa traktor dan ekskavator bisa diusulkan supaya usaha tani sawit pekebun lebih efisien. Infrastruktur pasar ditujukan untuk kelembagaan pekebun seperti koperasi yang belum punya kantor, belum punya akses internet dan lain-lain.
Dengan mengusulkan infrastruktur pasar, maka koperasi dibangunkan kantor beserta peralatan, juga komputer dan jaringan internet, maka bisa mengakses informasi seperti harga penetapan dan berbagai informasi lainnya.
Sementara itu, sesuai Permentan Nomor 38 Tahun 2020, pada 2025 sertifikasi ISPO wajib bagi pekebun, sehingga pekebun bisa mengajukan untuk verifikasi ISPO dengan syaratnya berkelompok dalam kelembagaan ekonomi.
Pada 2022, BPDPKS menganggarkan Rp600 miliar untuk sarana dan prasarana terdiri atas ekstensifikasi 2.000 ha, intensifikasi 8.000 ha, alat pascapanen 20 unit dan dua unit pengolahan hasil, peningkatan jalan dan tata kelola air 6.000 ha, alat transportasi 20 unit, infrastruktur pasar 10 unit, dan verifikasi teknis ISPO 50 paket.
"Ditjenbun sudah menandatangani SPK dengan BPDPKS untuk biaya operasional di lapangan. Minggu ke-3 Mei, kita akan undang 92 kepala dinas yang membawahi perkebunan baik tingkat provinsi maupun kabupaten supaya target sarpras bisa tercapai semuanya," kata Dedi.
Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara Lies Handayani Siregar menyambut baik program sarpras ataupun peremajaan sawit rakyat (PSR) untuk petani kelapa sawit.
Menurut dia, dengan adanya program sarpras tersebut, dapat meningkatkan produktivitas yang berujung kepada peningkatan kesejahteraan petani.
Baca juga: BPDPKS: Tingkatkan SDM sawit guna genjot produksi CPO 60 juta ton
Baca juga: Kementan minta penerima beasiswa BPDPKS kembangkan sawit di daerah
Baca juga: KemenkopUKM dukung program peremajaan sawit rakyat
Pewarta: Subagyo
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2022