Damaskus (ANTARA News) - Kekuatan Dunia meningkatkan tekanan terhadap Suriah agar mengijinkan pengamat memonitor kekerasan mematikan yang berlangsung ketika para aktivis mengecam pelanggaran hak asasi manusia pada peringatan Hari Hak Asasi Manusia Internasional Sabtu.

Para aktivis mengatakan 41 warga sipil tewas Jumat di kota-kota yang bergolak di seluruh penjuru Suriah ketika kaum oposisi memperingatkan rezim itu sedang merencanakan "pembantaian" di pusat protes Homs, dimana seorang penduduk sipil lain tewas Sabtu, lapor AFP.

"Dunia merayakan hak asasi manusia ketika hak asasi manusia dilanggar di Suriah," kata kaum oposisi Revolusi Suriah 2011 dalam pesan yang dikirim di halaman Facebooknya.

Komisioner Hak Asasi Manusia PBB Navi Pillay mengatakan bahwa paling sedikit 4.000 orang telah tewas dalam sebuah penindasan pemerintah terhadap perbedaan pendapat di Suriah sejak gerakan protes anti-rezim mulai Maret.

Pillay akan memberi penjelasan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Suriah dan Timur Tengah secara lebih luas dalam sidang Senin -- pidato kedua di badan dunia tersebut sejak Agustus ketika jumlah yang meninggal diperkirakan lebih dari 2.000 orang.

"Sekarang jumlah meninggal lebih dari 4.000 orang. Kehidupan mungkin akan berubah jika tindakan diambil lebih awal. Bukan saya yang akan menentukan tindakan macam apa, melainkan Dewan Keamanan," katanya dalam konferensi pers PBB Jumat.

Presiden Suriah Bashar al-Assad telah menolak untuk mengijinkan para penyelidik dari dua penyelidik HAM PBB memasuki Suriah, dan rezimnya menolak seruan Liga Arab agar menerima para pemonitor meskipun dihantam sanksi yang melumpuhkan.

Oleh karena jumlah kematian meningkat Inggris dan Amerika Serikat menyatakan keprihatinannya lagi, dan Washington mendesak Suriah agar membolehkan pemonitor independen memasuki negara itu.

Damaskus, yang menyalahkan "geng teroris bersenjata" atas kekerasan tersebut, sementara itu mengimbau kepada komunitas internasional agar membantunya menemukan "jalan keluar yang terhormat" bagi krisis tersebut dan membendung arus senjata ke Suriah.

"Kami mengimbau dunia luar dan saudara-saudara kami di dunia Arab untuk membantu Suriah (mencegah) penyaluran senjata" ke negeri kami, kata juru bicara kementerian luar negeri Jihad Makdisi Jumat, dalam bahasa Inggris.

"Jika kita semua bekerja bersama kita dapat menemukan jalan keluar yang terhormat dari krisis ini."

Syrian Observatory for Human Rights mengatakan paling sedikit 41 warga sipil, termasuk tujuh anak, ditembak mati oleh pasukan keamanan Suriah di ibukota Damaskus dan kota tengah yang bergolak Homs Jumat.

Tiga belas orang tewas di wilayah Homs, lima di kota bergolak Hama, 18 di sekitar Damaskus, dua di Daraa, asal gerakan protes, dan tiga di provinsi barat laut Idlib, kata pengawas tersebut.

Ribuan penduduk Suriah turun ke jalan-jalan di seluruh negeri Jumat menanggapi seruan para aktivis pro-demokrasi yang mendesak warga negara keluar untuk mendukung "perlawanan bermartabat ... yang akan membawa kepada kematian mendadak rezim tiran ini."

Para aktivis juga menyerukan kampanye pembangkangan sipil mulai Minggu, hari pertama pekan kerja di Suriah, dengan duduk-duduk di tempat kerja, penutupan toko, universitas dan kemudian pemogokan umum.

Komite Koordinasi Lokal, yang mengorganisasi protes anti-rezim di daratan Suriah, mengatakan kampanye tersebut akan "membola salju" dan pemogokan adalah kampanye "langkah pertama dalam sebuah pembangkangan sipil" untuk menggulingkan rezim tersebut.

Dewan Nasional Suriah yang beroposisi memperingatkan tentang serangan final berdarah yang membayang terhadap Homs dengan menggunakan alasan apa yang rezim itu sebut serangan "teroris" Kamis terhadap pipa saluran minyak.

"Rezim membuka jalan untuk melakukan pembantaian untuk memadamkan revolusi di Homs," kata SNC, sebuah koalisi lawan-lawan Assad.

Homs, kota persimpangan penting berpenduduk 1,6 juta jiwa terbagi terutama sepanjang garis pengakuan, merupakan daerah ketegangan sektarian mudah terbakar yang SNC katakan sedang dieksploitasi rezim tersebut.

Para saksi di Homs, yang sudah dikepung selama berbulan-bulan oleh tentara pemerintah, telah melaporkan peningkatan pasukan dan milisia "shabiha" pro-rezim dalam kendaraan lapis baja yang mendirikan lebih dari 60 pos pemeriksaan, kata SNC.

Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Victoria Nuland mengatakan bahwa Assad tentu bertanggung jawab terhadap kematian lebih jauh.

"Ada laporan hari ini bahwa pemerintah mungkin menyiapkan sebuah serangan baru sangat serius terhadap kota Homs dalam skala besar," kata Nuland.

London menggemakan kekhawatiran Washington, dimana menteri Kantor Asing Alistair Burt mengatakan: "Pemerintah Suriah harus segera menarik pasukannya dari Homs dan menahan diri."

Gugus tugas kementerian Liga Arab dijadwalkan bertemu di ibukota Qatar untuk membahas tanggapan terhadap Suriah yang menginginkan blok tersebut mencabut sanksi sebagai gantinya mengijinkan para pengamat memonitor kerusuhan yang mematikan itu.

Namun laporan dari Doha dan dari Kairo, tempat markas besar blok Pan-Arab, menyarankan pertemuan mengenai Suriah akan dilaksanakan pertengahan Desember. (K004)

Penerjemah: Kunto Wibisono
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011