Ambon (ANTARA) - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penyegelan di sejumlah ruangan di Balai Kota Ambon, Selasa.
Sejumlah ruangan yang disegel yakni, ruang Wali Kota nonaktif Ambon Richard Louhenapessy, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPTMSP), Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag), Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan.
Berdasarkan pantauan ANTARA, Penggeledehan dan penyengelan ini dikawal anggota Brimob. Tim penyidik KPK tiba di Balai Kota Ambon pukul 08.00 WIT dan 11.00 WIT dengan menggunakan delapan unit mobil.
Penyegelan yang dilakukan menggunakan kertas bertuliskan "DISEGEL", disertakan logo KPK, dan tanda tangan penyidik KPK.
Plt juru bicara KPK, Ali Fikri mengaku, benar hari ini tim penyidik melaksanakan upaya paksa penggeledahan di wilayah Kota Ambon.
"Benar, hari ini, tim penyidik melaksanakan upaya paksa penggeledehan di Wilayah Kota Ambon," ucapnya.
Penggeledahan tersebut dilakukan terkait penyidikan kasus dugaan suap persetujuan izin prinsip pembangunan cabang ritel tahun 2020 di Kota Ambon, dengan tersangka Wali Kota nonaktif Ambon Richard Louhenapessy (RL) dan kawan-kawan.
"Lokasi penggeledahan di lingkungan Pemkot Ambon, di antaranya beberapa kantor SKPD pada Pemkot Ambon," tambahnya.
Hingga berita ini ditulis, Ali mengatakan kegiatan penggeledahan masih berlangsung dan dia akan menyampaikan perkembangannya.
Terkait kasus tersebut, KPK menetapkan tiga tersangka, dua di antaranya selaku penerima suap ialah Richard Louhenapessy (RL) dan Staf Tata Usaha Pimpinan Pemkot Ambon Andrew Erin Hehanusa (AEH), dan seorang tersangka lain sebagai pemberi suap yaitu Amri (AR) dari pihak swasta/karyawan Alfamidi Kota Ambon.
Baca juga: KPK geledah sejumlah kantor SKPD Pemkot Ambon
Baca juga: KPK geledah Balai Kota Ambon
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan dalam kurun waktu tahun 2020, Richard yang menjabat Wali Kota Ambon periode 2017-2022 memiliki kewenangan, salah satunya memberikan persetujuan izin prinsip pembangunan cabang ritel di Kota Ambon.
Dalam proses pengurusan izin tersebut, diduga tersangka Amri aktif berkomunikasi hingga melakukan pertemuan dengan Richard agar proses perizinan pembangunan cabang ritel Alfamidi bisa segera disetujui dan diterbitkan.
Menindaklanjuti permohonan Amri, Richard kemudian memerintahkan Kadis PUPR Pemkot Ambon untuk segera memproses dan menerbitkan berbagai permohonan izin, di antaranya Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).
Terhadap setiap dokumen izin yang disetujui dan diterbitkan tersebut, Richard meminta agar penyerahan uang dengan minimal nominal Rp25 juta menggunakan rekening bank milik Andrew yang merupakan orang kepercayaan Richard.
Sementara khusus untuk penerbitan persetujuan prinsip pembangunan 20 gerai usaha ritel itu, Amri diduga kembali memberikan uang kepada Richard sekitar Rp500 juta secara bertahap melalui rekening bank milik Andrew.
Richard diduga pula menerima aliran sejumlah dana dari berbagai pihak sebagai gratifikasi dan hal tersebut masih akan terus didalami lebih lanjut oleh tim penyidik KPK.
Baca juga: KPK menyayangkan masih ada kepala daerah terjerat suap izin usaha
Baca juga: Konstruksi perkara jerat Wali Kota Ambon sebagai tersangka
Atas perbuatannya tersebut, tersangka Amri, selaku pemberi, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Sedangkan tersangka Richard dan Andrew, sebagai penerima, disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 dan pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pewarta: Winda Herman
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2022