Jayapura, (ANTARA News) - Greenpeace, sebuah NGO internasional pencinta lingkungan menemukan kecenderungan degradasi hutan di Provinsi Papua semakin tinggi dan dikhawatirkan berdampak negatif pada manusia dan lingkungan fisik lainnya.Manager Paradise Forest Compaign Greenpeace Papua, Abner Korwa mengatakan kepada ANTARA di Jayapura, Senin (27/2) mengakui kecenderungan degradasi hutan di provinsi ini semakin meningkat akibat kehadiran perusahaan hak pengusahaan hutan (HPH) maupun Koperasi Peranserta Masyakat Adat (Kopermas) yang semakin merajalela.Sejak beroperasinya HPH bertahun-tahun lamanya ditambah lagi Kopermas lima tahun terakhir cenderung melakukan penebangan kayu gergajian dan kayu bulat untuk kepentingan eksport maupun kebutuhan dalam negeri, sementara tak satu pun HPH dan Kopermas yang melakukan penanaman hutan kembali (reboisasi). "HPH dan Kopermas hanya mengejar keuntungan belaka ketimbang mempertimbangkan dampak negatif yang terjadi," tutur Korwa.Korwa mencontohkan, perusahaan PT Djayanti selama 20 tahun menebang hutan kayu dan pengelolaan pabrik sagu di Kabupaten Teluk Bintuni, Irian Barat, tetapi tidak nampak melakukan penghijauan kembali di atas areal yang dikonsesi, sehingga dikhawatirkan akan terjadi bencana alam seperti banjir dan longsor yang mengancam jiwa manusia. "Papua masih bersyukur karena belum terjadi bencana banjir dan longsor, sementara di Pulau Jawa, Sumatera dan Sulawesi telah terjadi bencana banjir. Manado, Sulawesi Utara belum lama ini terjadi banjir yang mengakibatkan ratusan orang meninggal dunia diterjang banjir. Papua masih menunggu waktu datangnya bencana," kata Korwa. Korwa mengatakan, pengrusakan itu tidak hanya hutan kayu melainkan semakin maraknya penggunaan bahan peledak (potasium) di bagian Selatan, seperti Kepulauan Raja Ampat, Irian Jaya Barat yang mengakibatkan biota laut seperti ikan, udang dan terumbu karang rusak berat. Mengantisipasi pengrusakan hutan yang semakin parah, Greenpeace melalui program Paradise Forest Compaign melakukan kampanye lingkungan dengan seruan agar memperhatikan kelestarian lingkungan hidup yang menjadi sumber oksigen bagi kehidupan manusia di belahan dunia.Apalagi, Papua dan hutan Amazone di Brasil yang selama ini menyuplai oksigen bagi miliaran jiwa manusia di belahan dunia, sehingga perlu dilakukan kampanye lingkungan agar mendapat perhatian pemerintah dan pelaku ekonomi memahami bahwa lingkungan hidup bukan hanya tugas Greenpeace, melainkan juga stake holder lainnya bahwa hutan, laut dan segala isinya tanggung jawab bersama.Korwa mengemukakan, ke depan, Papua dikampanyekan menuju kelestarian lingkungan seperti yang dilakukan di Pulau Salomon, Pasifik Selatan. Di Salomon, bertahun-tahun Greenpeace melakukan kampanye dan penyuluhan dimana sekarang Salomon tidak ada HPH. Masyarakat setempat yang menebang sendiri pohon-pohon, sementara kayu-kayu tebangan itu dipasarkan kepada perusahaan yang ditunjuk oleh pemerintah."Kita harapkan Papua ke depan seperti Salomon, dimana masyarakat yang menjaga dan mengelola sendiri hutannya guna menghindari kehadiran HPH dan Kopermas yang membuat kecenderungan degradasi hutan semakin meningkat, yang dikhawatirkan kelak membawa bencana alam yang menelan jiwa manusia dan harta benda," ucap Abner Korwa.Ditambahkan, kampanye lingkungan itu melalui media elektronik, media cetak dan berbagai diskusi dengan instansi pemerintah berwenang maupun perusahaan pengelola hutan serta pemerhati masalah lingkungan terkait lainnya dimulai awal Maret mendatang di Jayapura.(*)
Copyright © ANTARA 2006