Sepanjang tahun 2011 hingga Oktober, Polri sudah menangani 722 kasus korupsi baik yang di lingkup Kepolisian Daerah (Polda) maupun yang ditangani oleh Mabes Polri. Hal ini telah melebihi target dari aksi nasional penanganan kasus korupsi yang telah d

Jakarta (ANTARA News) - Kepolisian Negara RI (Polri) hingga saat ini masih mengalami hambatan dalam penanganan kasus korupsi di tanah air, hambatan penanganan kasus tersebut diantaranya karena korupsi merupakan kasus rumit yang biasanya melibatkan banyak orang.

"Kita membutuhkan keterangan saksi ahli dalam membantu penyelesaian terutama menyangkut nilai kerugian negara, mengenai audit dan segala macam itu dari BPKP (Badan Pengawasan Pembangunan dan Keuangan)," kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadiv Humas) Polri, Irjen Pol Saud Usman Nasution.

Hambatan lain dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi adalah tempat kejadian perkara (tkp) yang luas dan antar daerah, katanya.

Selain itu menurut Saud, kekuatan personel kita sangat terbatas. Memang Polri butuh juga penambahan personel untuk penanganan kasus korupsi yang sesuai kualifikasi penyidik.


Prestasi Polri penanganan kasus korupsi

Sepanjang tahun 2011 hingga Oktober, Polri sudah menangani 722 kasus korupsi baik yang di lingkup Kepolisian Daerah (Polda) maupun yang ditangani oleh Mabes Polri. Hal ini telah melebihi target dari aksi nasional penanganan kasus korupsi yang telah ditetapkan oleh presiden, dimana Polri ditarget sebanyak 473 kasus korupsi.

"Jadi hingga Oktober 2011 kasus korupsi yang ditangani oleh penyidik Polri sudah mencapai 92,3 persen dari 722 kasus dan yang telah diselesaikan sebanyak 437 kasus," kata Kadiv Humas.

Dengan perincian kasus yang ditangani yakni untuk berkas perkara yang dinyatakan lengkap oleh kejaksaan (P21) sebanyak 414 kasus, kemudian yang dikeluarkan SP3 (Surat Perintah Pemberhentian Penyidikan) untuk penanganan korupsi sebanyak 421 kasus.

Polda yang banyak penanganan kasus korupsi selama 2011 adalah Polda Jawa Tengah (Jateng) sebanyak 76 kasus, Polda Jawa Timur (Jatim) sebanyak 75 kasus dan Polda Papua sebanyak 57 kasus.

Kemudian Polda yang banyak penyelesaian kasus korupsi yang paling banyak adalah Polda Jatim sebanyak 50 kasus, kedua Polda Jabar sebanyak 36 kasus, ketiga Sulawesi Selatan (Sulsel) sebanyak 28 kasus dan Polda Papua sebanyak 27 kasus.


Kerugian negara akibat korupsi pada tahun 2011

Dampak korupsi diantaranya adalah menyebabkan terjadinya kerugian pada keuangan negara. Kasus korupsi yang terjadi pada 2011 telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp761.953.000.000.

Sedangkan uang yang dapat terselamatkan dan dikembalikan ke kas negara sebanyak Rp17.040.000.000. Kebanyakan korupsi yang terjadi pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

"Kalau kita bandingkan pada tahun 2010 dimana total kasus korupsi yang ditangani sebanyak 283 kasus yang diselesaikan 315 kasus, berarti melebihi 100 persen," kata Saud.

Penyelesaian kasus korupsi yang melebihi dari kasus yang ditangani, karena adanya penyelesaian kasus korupsi yang ditangani pada tahun 2009.

"Dengan perincian yang sudah dinyatakan P21 oleh kejaksaan sebanyak 285 kasus, SP3 sebanyak 28 kasus sedangkan yang dilimpahkan ada empat kasus," kata Saud.

Jumlah penyelesaian tindak pidana korupsi pada 2010 sebanyak 315 kasus. Proses penyidikan sebanyak 176 kasus sedangkan kerugian negara yng dialami pada tahun 2010 sebanyak Rp565.038.000.000 yang berhasil dikembalikan ke kas negara Rp339.720.000.000.

"Kita harapkan pada tahun 2012 penanganan kasus korupsi oleh penyidik di Polri akan semakin meningkat," kata Saud.

Sementara itu, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane mengatakan bahwa meskipun sudah ada Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK), Polri tetap punya prestasi tersendiri dalam mengusut kasus-kasus Korupsi. Bahkan, data 2010 menunjukkan kasus korupsi yg dibawa Polri ke pengadilan lebih banyak ketimbang KPK.

Tahun 2010 KPK menyelidiki 50 kasus korupsi, 24 yang disidik dan sembilan kasus yang sudah P21 lebih kecil dari Polri.Padahal anggaran Polri dalam menangani kasus korupsi hanya Rp37, 8 juta perkasus dan KPK mencapai Rp400 juta perkasus.

"Jika merunut ke daerah atau ke polda-polda, angka pemberantasan Korupsi yang dilakukan Polri akan lebih banyak lagi. Artinya, Polri sesungguhnya punya Kemampuan untuk melakukan upaya pemberantasan korupsi," kata Neta.

Namun menurut Neta, terkadang jajaran Polri tidak sungguh-sungguh dan sering tidak serius serta masih bersikap tebang pilih dalam menangani kasus-kasus korupsi.

"Akibatnya, masyarakat masih sangat sulit untuk mempercayai Polri, terutama dalam hal penanganan kasus-kasus korupsi," kata Neta.

Data yang dimiliki IPW, sejak lima tahun terakhir sedikitnya ada 20 kasus korupsi besar yang ditangani Polri mengambang tak tentu rimbanya. Salah satunya, kasus korupsi yang terjadi di internal Polri, yakni Kasus Alkom Jarkom tahun 2005 yang diduga merugikan negara Rp 250 miliar.

"Dalam kasus ini pengusaha Henry Siahaan sempat ditahan selama dua bulan. Kemudian kasusnya lenyap tak berbekas," kata kata Ketua Presidium.

Lalu Kasus Korupsi Alkes. Mabes Polri sempat meminta kasus ini dari KPK untuk ditangani. Namun hampir dua tahun prosesnya, kasus ini belum juga ada tanda-tanda akan dilimpahkan ke kejaksaan untuk kemudian dibawa ke pengadilan.

Lambannya penanganan sebuah kasus korupsi dan dipetieskannya sebuah kasus korupsi tentu membuat masyarakat akan sulit memberikan kepercayaan kepada Polri, terutama dalam pemberantasan korupsi.

"Ke depan Polri perlu lebih serius dalam menangani kasus-kasus korupsi. Ada dua hal yang menjadi sasaran Polri. Pertama di eksternal Polri dan Kedua di internal Polri," kata Neta.

Bagaimana pun dugaan-dugaan korupsi di internal Polri perlu jadi prioritas pembersihan, sebelum KPK masuk mengintai Polri.

Dugaan-dugaan korupsi di internal Polri diantaranya menyangkut proyek-proyek pengadaan, pembangunan fasilitas, penyalahgunaan bahan bakar minyak (BBM) untuk patroli dan dugaan pungli dalam sistem pendidikan, katanya.

"Jika Polri mau dan mampu membersihkan institusinya dari berbagai dugaan korupsi tentu masyarakat akan makin percaya jika Polri makin agresif menangani kasus-kasus korupsi di eksternalnya," kata Neta.

Sedangkan peneliti dari Indonesia Corruption Watch, Emerson Yuntho menilai bahwa pencapaian kinerja kepolisian dalam pemberantasan korupsi harus diberikan apresiasi, karena ada peningkatan dari tahun sebelumnya.

"Ke depan harusnya lebih maksimal dan diperkuat lagi dengan yang lebih memadai, penambahan SDM yang berkualitas dan kredibel, serta pembenahan kelembagaan," kata Emerson.

Pembenahan kelembagaan yang dimaksud adalah menaikkan status Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dit Tipikor) Mabes Polri setingkat dengan Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror.

Presiden juga sebaiknya menghapuskan keharusan izin pemeriksaan terhadap kepala daerah harus melalui izinnya.

"ICW berharap Polri bersama KPK dan kejaksaan bisa menjadi mitra yang hebat dalam pemberantasan

Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2011