Kendari(ANTARA News) - Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie mengatakan bahwa orang bermasalah hukum di negara ini, bukannya dibantu menyelesaikan masalahnya tapi diperas harta kekayaannya.

"Pemeras pertama orang yang bermasalah hukum adalah oknum polisi yang menangani kasus orang bermasalah tersebut," katanya saat menjadi pembicara pada dialog ICMI bertajuk Hijrah Moral untuk Kembangkitan Indonesia di Kendari, Sabtu.

Sejak awal kasus seseorang ditangani polisi, sudah mulai diperas. Saat berkas acara pemeriksaannya dilimpahkan ke kejaksaan, mulai diperas lagi oleh oknum aparat kejaksaan.

"Di kejaksaan memerasnya lebih lama, sehingga yang didapat kejaksaan dari orang yang diperas tersebut kurang lebih sama dengan yang didapat polisi," katanya.

Setelah berkas acara pemeriksaan tersangka diserahkan ke pengadilan, yang bermasalah kembali diperas oleh oknum aparat di pengadilan sehingga saat kasusnya disidang, yang bersangkutan tinggal tulang.

""Hakim pengadilan kemungkinan tidak tahu menahu dengan dengan pemerasan ini, karena melalui panitera. Apakah uang hasil perasan sampai ke tangan hakim, itu tidak jelas," katanya.

Ketika para pelaku pemerasan ini melakukan pertemuan mendiskusikan hasil pemerasan, yang terbanyak mendapat bagian ternyata adalah pengacara yang berangkutan.

Selain melakukan pemerasan, para oknum penegak hukum kerapkali tidak memberikan kepastian hukum kepada yang bermasalah.

Bahkan, ujarnya, tidak jarang seseorang yang bermasalah hukum dijadikan komoditas untuk mendapatkan keuntungan pribadi oleh oknum-oknum penegak hukum.

"Mestinya orang yang bermasalah hukum segera dituntaskan masalahnya, bisa mendapatkan kepastian hukum," katanya.

Meski demikian, ujarnya, tidak sedikit polisi dan jaksa yang bermental baik dan benar-benar mau menegakkan hukum.

ICMI sebagai organisasi Islam terbesar, kata dia, harus mengambil peran menghentikan praktik-praktik oknum penegak hukum sekaligus mendorong terciptanya penegakkan supremasi hukum.

"ICMI harus mendorong terciptanya penanganan masalah hukum yang tuntas dan memberi kepastian hukum pada masyarakat. Selain itu, juga mendorong agar orang yang diproses hukum dengan tuduhan korupsi benar-benar orang yang melakukan dan menikmati hasil korupsi," katanya.

(ANT-227)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011