Hong Kong (ANTARA) - Pasar saham Asia naik tipis pada perdagangan Selasa pagi, meskipun data memperkuat kekhawatiran investor bahwa pemulihan ekonomi global mungkin lebih rapuh dari yang diperkirakan, bahkan ketika tekanan inflasi tetap tinggi.
Indeks MSCI dari saham Asia Pasifik di luar Jepang menguat 0,84 persen pada Selasa pagi, tetapi indeks sejauh ini masih merosot 6,7 persen bulan ini. Saham-saham AS mengakhiri sesi sebelumnya dengan kerugian ringan.
Di Tokyo, Indeks Nikkei datar di awal perdagangan, sementara di Australia indeks S&P/ASX200 terangkat 0,34 persen. Indeks Hang Seng di Hong Kong terdongkrak 1,2 persen dan indeks saham unggulan CSI300 China daratan naik 0,07 persen.
Indeks dolar AS, yang melacak greenback terhadap sekeranjang mata uang mitra dagang utama lainnya, datar di perdagangan Asia di 104,1.
Kekhawatiran pertumbuhan ekonomi di dua ekonomi terbesar di dunia telah muncul kembali menyusul penjualan ritel dan angka produksi pabrik di China yang lemah serta data manufaktur AS yang mengecewakan.
Baca juga: Wall Street dibuka jatuh, data suram China membebani pasar
Investor juga mempertimbangkan dampak inflasi global dari penguncian di China untuk memerangi Virus Corona, yang telah menghentikan produksi pabrik di daerah-daerah di seluruh negeri.
"Salah satu cara penting penguncian China dapat berdampak pada seluruh dunia adalah melalui dampaknya terhadap inflasi. Bagaimanapun, inflasi - dan respons bank sentral - telah menjadi hambatan yang kaku untuk pasar obligasi dan ekuitas global tahun ini," tulis Capital Economics dalam catatan untuk klien.
Kenaikan pada Selasa pagi di pasar Asia mengikuti sebagian besar sesi AS yang lebih lemah pada Senin (16/5/2022).
Indeks S&P 500 turun 0,4 persen, sementara kerugian yang lebih besar terjadi pada Komposit Nasdaq yang turun 1,2 persen, menjadi 11.664. Indeks Dow Jones hampir tidak positif, naik hanya 0,08 persen.
"Pasar berisiko terbebani oleh kekhawatiran atas memburuknya prospek pertumbuhan global," kata ahli strategi ANZ dalam sebuah catatan penelitian.
"Data China yang sangat mengecewakan untuk April dan anjloknya indeks manufaktur Empire State AS meningkatkan kecemasan bahwa aktivitas ekonomi mungkin mengalami penurunan momentum yang tiba-tiba karena gangguan rantai pasokan meningkat. Profil data menunjukkan bahwa masalah pasokan terkait dengan kebijakan-nol COVID di China adalah faktor kuncinya."
Baca juga: Saham Asia pangkas kerugian, dolar bertahan di tertinggi 20 tahun
Indeks manufaktur Empire State Fed New York yang diterbitkan pada Senin (16/5/2022) menunjukkan penurunan mendadak selama Mei dan pengiriman turun pada laju tercepat sejak awal pandemi.
Pada awal perdagangan Asia, imbal hasil acuan obligasi pemerintah AS 10-tahun naik menjadi 2,8931 persen dibandingkan dengan penutupan AS sebesar 2,879 persen pada Senin (16/5/2022).
Imbal hasil dua tahun, yang naik bersama ekspektasi pedagang terhadap suku bunga dana Fed yang lebih tinggi, menyentuh 2,578 persen dibandingkan dengan penutupan AS sebesar 2,568 persen.
"Pasar saat ini menetapkan suku bunga dana Fed menjadi 53 basis poin lebih tinggi pada pertemuan berikutnya pada Juni, dan 200 basis poin lebih tinggi pada akhir tahun," kata Kepala Strategi Westpac Selandia Baru, Imre Speizer.
Dolar naik 0,06 persen terhadap yen menjadi 129,24. Ini semakin dekat ke level tertinggi tahun ini di 131,34.
Mata uang tunggal Eropa naik 0,1 persen hari ini di 1,0437 dolar, setelah kehilangan 0,99 persen dalam sebulan.
Minyak mentah AS turun 0,18 persen menjadi 113,99 dolar AS per barel. Minyak mentah Brent sedikit lebih tinggi pada 114,40 dolar AS per barel.
Emas sedikit lebih tinggi, dengan emas spot diperdagangkan pada 1.826,71 dolar AS per ounce.
Baca juga: Harga emas berada di level terendah 3 bulan, tertekan penguatan dolar
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2022