Jakarta (ANTARA News) - Satuan Tugas TKI menyatakan tidak pernah ragu dan tidak pernah ada ketakutan untuk di audit kinerjanya dan penggunaan dana operasionalnya karena satgas telah malaksanakan tugasnya secara efisien dan efektif.

"Satgas TKI telah melakukan tugasnya secara efisien dan efektif sehingga tidak pernah ragu dan tidak pernah ada ketakutan untuk di audit kinerjanya dan penggunaan dana operasionalnya," kata Juru Bicara Satgas, Humphrey Djemat, melalui siaran persnya diterima ANTARA, di Jakarta, Jumat (9/12) malam.

Ia juga menyatakan bahwa masa tugas Satgas TKI berakhir pada 7 Januari 2012. Mengingat masa tugas Satgas bedasarkan Keputusan Presiden RI nomor: 17/ 2011 dimulai sejak tanggal 7 Juli 2011.

"Jadi pernyataan Migrant Care berakhir tanggal 6 Desember 2011 tidaklah tepat dan tidak berdasar," katanya.

Ia menyebutkan selama masa tugasnya Satgas TKI telah dapat menginventarisir secara akurat jumlah yang terancam hukuman mati, di Arab Saudi sebanyak 44 orang, di Malaysia 148 orang, di China 40 orang, di Singapura dua orang dan di Iran tiga orang.

Setelah Satgas melakukan Advokasi dan Bantuan Hukumnya maka di Arab Saudi dari 30 orang yang sudah di vonis hukuman mati.

"Tujuh orang mendapatkan pengampunan dan akan di bawa pulang ke Indonesia, 12 orang dibatalkan putusannya kemudian dilakukan pemeriksaan ulang, delapan orang mendapat perubahan dari hukuman Qishas menjadi Ta'zir (Pengampunan dari Raja)," katanya.

"Jadi tinggal tiga orang yang masih bisa kena hukuman Qishas (Pancung), ketiga orang tersebut adalah TKI Satinah asal Unggaran, Semarang, yang sudah mendapatkan Tanazul (Pengampunan) dari keluarga Korban namun uang diyatnya masih akan dibicarakan sampai akhir tahun 2012, TKI Siti Zainab, asal Bangkalan, Madura, Jawa Timur, yang masih menunggu akil balighnya umur anak korban selama 3 /4 tahun lagi," katanya.

Terakhir, ia menambahkan TKI Tuti Tursilawati, asal Majalengka, Jawa Barat, yang kabarnya segera akan di pancung namun saat ini ternyata masih diupayakan pemaafannya karena adanya surat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada Raja Arab Saudi tanggal 6 Oktober 2011.

Selain itu, Satgas telah berhasil mengadakan pendekatan dengan pihak keluarga Korban dan melakukan perundingan sehingga peluang untuk mendapatkan Tanazul masih ada.

Di Malaysia Satgas berhasil membebaskan empat orang yang tadinya sudah divonis mati. Saat ini 16 orang sedang menunggu pengampunan dari Sultan di Negara Bagian masing-masing. Sampai saat ini tidak ada WNI/TKI kita yang dihukum mati di Malaysia.

Di China 40 WNI yang terancam hukuman mati terlibat kasus Narkoba berat. Satgas berhasil membuat hukuman seumur hidup bagi 15 orang yang tadinya sudah dihukum vonis mati.

"Satgas berhasil membuat Kontrak dengan Pengacara Tetap di Arab Saudi dan di Malaysia. Di Malaysia Pengacaranya adalah Sebastian Cha, di KJRI Jeddah Pengacaranya adalah Khuddran Al-Zahrani, sedangkan di KBRI Riyadh Pengacaranya adalah Abdullah bin Abdurrahman Al-Muhaemeed. Mereka semuanya adalah Pengacara Tetap untuk pendampingan sejak awal WNI/TKI kita mendapatkan masalah hukum," katanya.

Pada saat ini Satgas tengah melakukan evaluasi terhadap masalah TKI baik di hulu maupun sampai ke hilir sehingga pada akhir masa tugasnya dapat memberikan rekomendasi yang komprehensif dan kuat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Sehingga ke depan diharapkan perubahan besar yang lebih baik mengenai penempatan dan perlindungan TKI kita.

Ia menyatakan Satgas TKI telah berhasil karena justru banyak informasi yang tadinya tidak jelas kemudian menjadi sangat jelas dan informasi tersebut dimanfaatkan oleh berbagai pihak termasuk LSM-LSM yang bergerak di bidang Migrant Worker.

Radar Satgas TKI telah masuk secara efektif, bahkan penjara-penjara di Malaysia dan Arab Saudi seluruhnya dikunjungi untuk mengetahui berapa banyak WNI/TKI kita yang menjalani proses hukum.

"Dalam hal ini Satgas TKI jelas sangat membantu para WNI/TKI, Pemerintah dan beberapa Kementerian sebagaimana diakui Menteri Koordinator Politik. Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto," katanya. (R021)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011