Makassar (ANTARA News) - Komisioner Komnas HAM Saharuddin Daming mengatakan televisi masih melakukan diskriminatif dan melakukan praktik marginalisasi terhadap penyandang disabilitas atau tunanetra termasuk tunarungu.
"Banyak penyandang tunanetra yang mengakses informasi menjadi kecewa ketika berita disajikan dengan grafik, karena yang bisa dinikmati hanya bunyi musik yang mengiringi ilustrasi grafik itu," kata Saharuddin menanggapi kondisi yang dihadapi para penyandang disabilitas, Jumat.
Dia mengatakan, perlakuan diskriminatif dan marginalisasi juga dirasakan para tunarungu, karena saat ini tidak ada lagi berita yang disajikan disertai interpreter bahasa isyarat seperti yang pernah dilakukan TVRI di masa lalu.
Padahal menurut dia publik memiliki hak untuk mendapatkan informasi tanpa membeda-bedakan kondisi fisik seseorang.
"Ini diistilahkan "public right to know" yang merupakan bagian dari hak asasi manusia, sementara perkembangan media televisi di Indonesia makin pesat, namun masih diskriminatif," katanya.
Fenomena itu, lanjut dia, menunjukkan bahwa sensitivitas media televisi masih rendah, karena belum berpihak pada upaya membangun iklim yang kondusif, adil dan berdaya manfaat tinggi bagi penyandang disabilitas.
Sementara di negara maju seperti Prancis, UU tentang Penyandang Disabilitas yang disahkan pada 11 Februari 2005 menetapkan pengakuan terhadap bahasa isyarat bagi tunarungu sebagai bahasa yang resmi berdiri sendiri dan sejajar dengan bahasa lainnya.
Berkaitan dengan hal tersebut, dia mengaharapkan agar pengambil kebijakan yang juga sudah meratifikasi UU tentang penyandang disabilitas dapat mendorong pengelola media televisi agar tidak bersikap diskriminatif dan memarginalkan para tunanetra dan tunarungu.
(T.S036/E005)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011