Sydney (ANTARA) - Pasar saham Asia tersandung pada perdagangan Senin sore, dan harga minyak turun setelah data yang mengejutkan lemah dari China menggarisbawahi kerusakan parah akibat penguncian yang dilakukan terhadap ekonomi terbesar kedua di dunia itu.
Penjualan ritel China April anjlok 11,1 persen pada tahun ini, hampir dua kali lipat dari perkiraan penurunan, sementara produksi industri turun 2,9 persen ketika para analis memperkirakan sedikit peningkatan.
"Data tersebut melukiskan gambaran ekonomi yang terhenti dan membutuhkan stimulus yang lebih agresif dan pelonggaran pembatasan COVID yang cepat, yang keduanya kemungkinan tidak akan datang dalam waktu dekat," kata Mitul Kotecha, kepala strategi pasar negara berkembang di TD Securities.
"Lintasan pertumbuhan China yang lebih lemah akan menambah tekanan pada pasarnya dan memicu memburuknya prospek ekonomi global lebih lanjut, membebani aset-aset berisiko. Kami memperkirakan depresiasi yuan China lebih lanjut."
Di Eropa, indeks EUROSTOXX 50 dan FTSE berjangka keduanya turun 0,3 persen. Saham berjangka S&P 500 kehilangan keuntungan awal menjadi turun 0,6 persen, sementara Nasdaq berjangka turun 0,5 persen. Keduanya jauh dari tertinggi tahun lalu, dengan S&P telah jatuh selama enam minggu berturut-turut.
Bank sentral China juga mengecewakan mereka yang mengharapkan pelonggaran suku bunga, meskipun pada Minggu (15/5/2022) Beijing mengizinkan pemotongan lebih lanjut dalam suku bunga pinjaman hipotek (KPR) untuk beberapa pembeli rumah.
Data Senin membayangi berita bahwa Shanghai bertujuan untuk dibuka kembali secara luas dan memungkinkan kehidupan normal dilanjutkan mulai 1 Juni.
Saham-saham unggulan China turun 0,8 persen sebagai reaksi, sementara mata uang komoditas terpukul dipimpin oleh dolar Australia yang sering digunakan sebagai proksi likuid untuk yuan.
Indeks MSCI dari saham Asia Pasifik di luar Jepang kehilangan keuntungan awal menjadi berdiri datar, menyusul penurunan 2,7 persen minggu lalu, ketika mencapai level terendah dua tahun.
Indeks Nikkei Jepang mempertahankan kenaikan 0,5 persen, setelah kehilangan 2,1 persen minggu lalu bahkan ketika yen yang lemah menawarkan beberapa dukungan kepada eksportir.
Inflasi yang sangat tinggi dan kenaikan suku bunga mendorong kepercayaan konsumen AS turun ke level terendah 11-tahun pada awal Mei dan meningkatkan taruhan untuk penjualan ritel April yang akan dirilis pada Selasa (17/5/2022).
Federal Reserve yang hiper-hawkish telah mendorong pengetatan tajam dalam kondisi keuangan, yang menyebabkan Goldman Sachs memangkas perkiraan pertumbuhan PDB 2022 menjadi 2,4 persen dari 2,6 persen. Pertumbuhan pada 2023 sekarang diperkirakan sebesar 1,6 persen secara tahunan, turun dari 2,2 persen.
"Indeks kondisi keuangan kami telah diperketat lebih dari 100 basis poin, yang seharusnya membuat hambatan pada pertumbuhan PDB sekitar 1 persen poin," kata ekonom Goldman Sachs, Jan Hatzius.
"Kami perkirakan pengetatan baru-baru ini dalam kondisi keuangan akan bertahan, sebagian karena kami pikir The Fed akan memenuhi apa yang telah ditentukan."
Kontrak berjangka memperkirakan kenaikan 50 basis poin pada Juni dan Juli dan suku bunga antara 2,5-3,0 persen pada akhir tahun, dari saat ini 0,75-1,0 persen.
Kekhawatiran bahwa pengetatan akan menyebabkan resesi mendorong reli obligasi pekan lalu, yang melihat imbal hasil 10-tahun turun 21 basis poin dari puncak 3,20 persen. Senin pagi, imbal hasil kembali turun hingga mencapai 2,91 persen.
Kemunduran itu membuat dolar turun dari puncak dua dekade, meskipun tidak banyak. Indeks dolar terakhir di 104,560, dan dalam jarak meludah dari puncak 105,010.
Euro berdiri di 1,0403 dolar, setelah mencapai level 1,0348 dolar minggu lalu. Dolar melemah karena yen, yang tampaknya mendapatkan tawaran beli safe-haven setelah data China, tergelincir ke 129,02 yen.
Di pasar uang kripto, bitcoin terakhir naik 2,0 persen pada 30.354 dolar AS, setelah menyentuh level terendah sejak Desember 2020 minggu lalu menyusul runtuhnya TerraUSD, yang disebut "stablecoin".
Di pasar komoditas, emas tertekan oleh imbal hasil tinggi dan dolar yang kuat dan terakhir di 1.809 dolar AS per ounce setelah turun 3,8 persen minggu lalu.
Harga minyak berbalik arah karena data China yang mengerikan menyalakan kembali kekhawatiran tentang permintaan.
Brent kehilangan 2,31 dolar AS menjadi diperdagangkan di 109,24 dolar AS per barel, sementara minyak mentah AS turun 2,14 dolar AS menjadi diperdagangkan di 108,35 dolar AS per barel.
Baca juga: Saham Asia mencoba bangkit, saat data China diperkirakan memburuk
Baca juga: IHSG akhir pekan berpeluang menguat, seiring naiknya bursa saham Asia
Baca juga: Saham Asia pangkas kerugian, dolar bertahan di tertinggi 20 tahun
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2022