Gilimanuk, (ANTARA News) - Sejumlah turis mancanegara belakangan ini mulai mengeluhkan tentang kehijauan hutan di Pulau Dewata yang tidak disertai kicauan burung. Cukup banyak pelancong asal luar negeri yang merasa heran tentang tidak banyaknya ditemukan "nyanyian" burung di hutan Pulau Dewata, padahal rimbanya tergolong sangat hijau dan lebat, ungkap beberapa pemandu wisata di kawasan Taman Nasional Bali Barat (TNBB), di Gilimanuk, 125 km barat Denpasar, Minggu (26/2). Kasi Konservasi Wilayah III TNBB, Agus Trisna, membenarkan kalau sejumlah wisatawan sempat mengeluhkan tentang cukup sepinya kicauan burung di hutan Pulau Dewata, termasuk di kawasan TNBB. "Keluhan para wisatawan seperti itu belakangan ini sering dialamatkan kepada kami," ucapnya, menambahkan. Menurut dia, keluhan atau bentuk pertanyaan yang disampaikan para turis tentang tidak terdengarnya kicauan burung di rimba hijau Pulau Dewata, adalah sesuatu yang masuk akal. Masalahnya, hampir di berbagai pelosok hutan Bali, belakangan ini memang sudah tidak banyak lagi terlihat burung, terutama yang jenis berkicau. Agus mengatakan, Bali tidak saja mengalami penurunnya dalam jumlah burung yang sangat berarti, tetapi juga beberapa species flora dan fauna yang lain. "Ini terjadi sebagai akibat dari kurangnya kesadaran masyarakat dalam menjaga dan melastarikan aneka flora dan fauna yang ada," ujarnya, menandaskan. Bahkan lebih dari itu, kata dia, justru yang ada malah upaya-upaya memusnahkan, antara lain melalui tindak pemburuan dan menangkapan satwa secara liar, dan dalam jumlah yang cukup besar. Melihat itu, Agus mengajak semua pihak untuk mampu menumbuhkan dan meningkatkan kecintaan tentang kekayaan alam di Tanah Air, khususnya Pulau Dewata, yang beberapa unsur di antaranya telah nyaris punah. Khusus untuk Jalak Bali, lanjut Agus, jumlahnya kini cukup menggembirakan, mencapai lebih dari 100 ekor di areal penangkaran. Selain di tempat penangkaran, sedikitnya sepuluh ekor tampak hidup liar di kawasan TNBB, khususnya di dekat Pulau Menjangan. Mengenai asal-muasal jalak Bali yang ditangkarkan, Agus menyebutkan 20 ekor di antaranya diperoleh lewat bantuan Jepang pada tahun 2004. "Pihak Jepang yang berhasil menangkarkan jalan putih asal Bali, kemudian pada tahun 2004 mengembalikan satwa tersebut sebanyak 20 ekor," ucapnya. Agus mengakui, keberadaan Jalan Bali sebanyak itu tidak cukup mampu mewarnai "nyanyian" burung di kawasan TNBB yang luas hutan konservasinya mencapai 19.808 hektar. Guna menjaga kelestarian burung langka tersebut, selain kerap diterjunkan anggota Polri dan pihak Polhut TNBB dalam melakukan patroli, juga peran serta Kelompok Masyarakat Wisata (KMW) yang peduli lingkungan. (*)

Copyright © ANTARA 2006